Nagabonar Sudan
Oleh: Dahlan Iskan
Lalu datanglah Covid. Itu menjadi alasan masa transisi menuju negara demokrasi terhambat. Bulan madu dua jenderal itu pun berlalu. Mulailah beda pendapat. Lalu konflik. Masing-masing membawa ego pasukan.
Salah satu penyebab konflik adalah penanganan terhadap demo besar di ibu kota. Yakni demo di depan markas besar tentara nasional pimpinan Jenderal Burhan. Itu adalah demo damai menuntut percepatan demokratisasi.
Karena demo berlarut-larut, Jenderal Hamdan mengerahkan pasukan sendiri.
Demo ditumpas. Malam-malam. Ratusan orang meninggal. Ada pula isu pemerkosaan.
Pasukan Hamdan memang terlatih memadamkan pemberontakan. Ketika kerusuhan sering terjadi di Sudan Selatan, Jenderal Besar Omar menunjuk Hamdan untuk menghadapi mereka. Bukan panglima tentara nasional, Jenderal Burhan.
Wilayah selatan sendiri akhirnya merdeka di tahun 2011 lalu. Menjadi negara bernama Sudan Selatan. Kebetulan mayoritas di selatan adalah Kristen. Sedang di Sudan utara Islam.
Setelah Sudan Selatan merdeka, pasukan Jenderal Hamdan tidak banyak tugas lagi. Tetapi mereka tidak bisa dibubarkan begitu saja. Harus diintegrasikan ke tentara nasional. Di situlah sulitnya.
Konflik pun meledak secara terbuka: tentara nasional melawan tentara yang akan diintegrasikan.