Naik 7,9 Persen, Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp 5.426 Triliun
Ukuran untuk mengatakan apakah utang masih baik atau berbahaya diawali dengan melihat APBN dan defisitnya.
”Kalau kami lihat APBN dan defisitnya, saya harus mengatakan masih sangat baik bahkan dapat dikategorikan terlalu konservatif,” jelasnya.
Untuk memaksimalkan fungsi APBN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, semestinya APBN tidak konservatif dengan batasan defisit 3 persen APBN.
Seharusnya, APBN mempunyai ruang kapan defisit boleh lebih dari 3 persen dan kapan di bawah 3 persen.
”Apabila strategi pengelolaan APBN ini kami pilih, utang pemerintah seharusnya tidak lagi menjadi isu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia menyatakan, rasio utang terhadap PDB masih di kisaran 30 persen PDB, yakni jauh di bawah batas aman 60 persen.
Yang perlu menjadi sedikit perhatian adalah debt service ratio yang masih tinggi. Namun, itu tidak terlalu buruk karena pemerintah tidak pernah gagal bayar.
”Sejauh ini pemerintah belum maksimal memanfaatkan APBN sesuai fungsinya itu. Pertumbuhan ekonomi terjebak di kisaran 5 persen, justru ini yang bahaya,” paparnya. (ken/nis/c12/oki)
Utang luar negeri (ULN) Indonesia hingga akhir triwulan pertama 2019 mencapai USD 387,6 miliar atau setara Rp 5.426 triliun.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Bea Cukai Beri Ruang Pelaku UMKM Promosikan Produknya di Atambua International Expo 2024
- Bank Indonesia Perkuat Sinergi Keuangan Syariah di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global
- BI Dorong Ekosistem Halal Lifestyle untuk Kejar Potensi 2 Miliar Populasi Muslim Global
- Kemendag Apresiasi Rabu Hijrah dan BI atas Suksesnya Young Muslim Leader Forum
- Peradi Jalin Kerja Sama dengan BINS Untuk Beri Pembekalan ke Advokat
- BI Sebut Pedagang Harus Terima Tunai & Non-Tunai, Dirut TDC: Fitur Kuncinya