Nama Warung pun Dua Bahasa, Indonesia dan Mandarin

Nama Warung pun Dua Bahasa, Indonesia dan Mandarin
Salah satu rumah makan menggunakan dua bahasa yang sering dikunjungi Tenaga Kerja Asing (TKA) di Desa Morosi, Kab. Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (30/11/2016). Foto: Imam Husein/Jawa Pos

Untuk menentukan harga, beberapa pemilik kios sudah terbisa menyebut angka dalam bahasa Mandarin. Baskom harga Rp 5.000, misalnya, penjual akan bilang bucet ke pekerja China.

Namun, bila penjual belum bisa berbahasa Tiongkok, mereka akan menggunakan isyarat jari. Satu jari menunjukan harga Rp 1.000, dua jari Rp 2.000 dan begitu seterusnya.

”Mereka juga banyak yang nawar kalau harganya kemahalan,” ujar Sungkowo, 50, warga setempat.

Pekerja asing Tiongkok di Marosi selama ini memang dikenal tertutup. Terutama soal pekerjaan dan gaji.

Saat Jawa Pos mencoba berkomunikasi, mereka selalu menghindar. Mereka hanya mau menyebut nama dan daerah asalnya saja.

Selebihnya, mereka akan menunjukan ekspresi menolak dengan bahasa Mandarin. ”Tidak mau, tidak mau,” ujar Liu Sandong, warga China yang bekerja di proyek pembangunan smelter nikel milik PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) ini.

Penelusuran Jawa Pos, lebih dari seribu warga China yang bekerja di kawasan mega industri Morosi. Data yang disebutkan perangkat desa Morosi, tercatat 1.913 warga negara asing (WNA) berada di kawasan industri itu.

Mayoritas bekerja di proyek smelter PT VDNI. Mereka tinggal di barak penampungan didalam kawasan proyek yang disediakan perusahaan asal Tiongkok itu.

JPNN.com - Seperti jamur, jumlah TKA ilegal asal Tiongkok terus meningkat. Bahkan, di Desa/Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News