Narapidana Dibebaskan Untuk Cegah Corona, Bagaimana Dengan Koruptor?
"Kami menyadari betul bahwa lapas yang overkapasitas kami sadari dampaknya jika ada yang sampai terpapar [COVID-19] di lapas," katanya.
Keputusan terlambat tapi patut diapresiasi
Kebijakan yang diambil pemerintah ini diapresiasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), meskipun dikatakan terlambat.
"Mestinya kebijakan ini tidak diambil karena merebaknya kasus COVID 19, akan tetapi diambil karena penghormatan terhadap hak-hak manusia dalam sistem peradilan pidana," kata peneliti senior ICJR Anggara Suwahju kepada Hellena Souisa dari ABC News.
"Situasi overcapacity ini harusnya disadari sejak lama sehingga kebijakan-kebijakan khusus untuk mengatasinya bisa diambil, baik dari sisi masukan orang atau sisi pelepasan orang."
Menurut Anggara, kebijakan yang diambil temporer karena kasus COVID-19 tidak akan menjawab masalah ledakan populasi di dalam Rumah Tahanan (rutan).
Ia mengatakan masalah rutan yang melebihi kapasitasnya akan tetap terjadi di masa mendatang selepas meredanya pandemi COVID-19
Photo: Peneliti senior ICJR Anggara Suwahju mengapresiasi kebijakan pemerintah meskipun terlambat. (Supplied: ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
DPR anggap kebijakan ini diskriminatif
Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk bisa keluar melalui proses asimilasi atau proses pembinaan narapiadana dan anak dengan cara membaurkannya dalam kehidupan masyarakat.
Untuk mengurangi risiko tertular virus corona di dalam tahanan, pemerintah membebaskan ribuan narapidana
- Dunia Hari Ini: 51 Pria Dijatuhkan Hukuman Atas Kasus Pemerkosaan Prancis
- PKN Usulkan Dua Hal Ini Terkait Pemberantasan Korupsi
- Anggota Bali Nine Sudah Bebas dan Kembali ke Keluarga Masing-masing
- Prabowo Usul Pengampunan Koruptor, Nasir Djamil Singgung Inisiatif Menteri
- Dunia Hari Ini: Australia Terbangkan Warganya Keluar Vanuatu
- Pemakai Narkoba di Indonesia Kemungkinan Akan Dikirim ke Rehabilitasi, Bukan Penjara