Nayyab Ali, Transgender Nekat Nyaleg di Negeri Pembenci LGBT
jpnn.com - Nayyab Ali tidak sabar menantikan 25 Juli. Hari itu harapannya untuk menjadi politikus Pakistan dipertaruhkan lewat pemilihan umum (pemilu). Jika sukses, dia akan duduk di parlemen sebagai wakil rakyat hijra alias kaum transgender.
’’Saya sadar, tanpa kekuatan politik dan tanpa menjadi bagian dari lembaga pemerintahan, Anda tidak akan pernah bisa mendapatkan hak-hak Anda di negeri ini,’’ kata Ali sebagaimana dilansir BBC, Jumat (20/7).
Ali memang beda. Dengan terbuka, dia mengakui bahwa dirinya adalah seorang transgender. Karena itu, dalam kampanyenya, dia mengusung program-program yang berpihak kepada kaumnya.
Di Pakistan, kaum hijra terpinggirkan. Hak-hak mereka tidak diakui sebagaimana warga negara perempuan maupun laki-laki. Dan, Ali merasa sudah terlalu lama diam.
Kini tiba waktunya bagi dia dan kaumnya untuk membela hak-hak mereka lewat jalur politik. Dia ingin menjadi legislator yang mengubah nasib kaumnya.
Sepanjang hidupnya Ali akrab dengan kesepian. Diusir dari rumah saat berusia 13 tahun membuat sosok yang terlahir sebagai lelaki bernama Muhammad Arslan itu terbiasa memperjuangkan haknya sendirian.
’’Kehidupan kaum transgender memang penuh dengan kesedihan. Itu membuat saya tidak punya kenangan manis tentang masa kecil,’’ katanya kepada Tubelight.pk.
Ali meninggalkan rumah dengan diiringi olok-olok keluarga dan sanak saudara. Remaja asal Okara, Provinsi Punjab, Pakistan, tersebut dianggap aib.
Nayyab Ali, seorang transgender, nekat ikut pemilu legislatif di Paksitan meski kaumnya dianggap aib oleh sebagian masyarakat negara Islam tersebut
- Anggota DPR RI Mufti Anam Kecam Aksi Transgender Isa Zega Umrah Pakai Jilbab
- Dunia Hari Ini: Mantan PM Pakistan Imran Khan Dituduh Mencoba Bunuh Polisi
- Bea Cukai Jambi Lepas Ekspor Split Betel Nut dan Pinang ke India dan Pakistan
- WNA Pakistan Ditangkap Petugas Imigrasi Jember
- Momen Emosional Imane Khelif Lulus Final Olimpiade Paris 2024
- Olimpiade Paris 2024: Imane Khelif Dituding Transgender, IOC Buka Suara