Negara Totaliter
Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Despotisme lama mengacu pada prakrik kekuasaan otoriter dan pemberlakuan hukum sewenang-wenang tanpa persetujuan rakyat.
John Keane dalam ‘’The New Despotism’’ (2020) memerinci perbedaan antara despotisme lama dan baru.
Despotisme baru mengandalkan pada perluasan kekuasaan eksekutif dengan mengendalikan peradilan.
Pemilihan umum, prosedur demokrasi, dan lembaga pemerintahan tetap eksis sebagai sarana untuk menyelenggarakan demokrasi prosedural.
Depotisme baru membutuhkan lembaga demokrasi dan pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah, agar menjadi lebih kuat, tahan lama, dan efektif.
Penguasa mengartikulasikan diri sebagai elite yang berdiri di puncak hierarki politik.
Mereka menggabungkan kekuatan modal, teknologi, media, serta tentara dan polisi.
Despotisme baru berjalan di rel hukum dan prosedur demokrasi sebagai formalitas, sedangkan substansi demokrasi menjadi kosong.
Despotisme baru bisa melakukan apa saja dengan memakai mekanisme demokrasi formal. Tidak mustahil bentuk despotisme baru akan muncul di Indonesia.
- Waka MPR Dorong Keterlibatan Aktif Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Cagar Budaya
- MPR Targetkan Pembahasan Substansi dan Bentuk Hukum PPHN Tuntas Pada Agustus 2025
- Ibas Tekankan Pentingnya Penguatan SDM Lewat Pendidikan Konstitusi yang Masif dan Menarik
- Budayakan Kesadaran Berkonstitusi, Plt Sekjen MPR Sebut Pelibatan Mahasiswa Sangat Penting
- Ada Usul Polri di Bawah Kemendagri, Hendardi Singgung Amanat Reformasi
- Siti Fauziah Sampaikan Bukti MPR Telah Jadikan UUD 1945 sebagai Konstitusi yang Hidup