NET TV: Antara Bisnis Nyata dan Mimpi
Oleh: Joko Intarto
Mau undang presenter TV nasional boleh. Undang artis nasional boleh. Asal biayanya Rp 2,5 juta per episode. Produser-produser pusing. Mana bisa uang segitu untuk memproduksi konten berkelas TV nasional?
Tapi akhirnya ketemu jalan. Ada saja temuan program baru. Ada saja partner baru. Yang bisa diajak membiayai program. Salah satunya ‘’Modal Dengkul Dapur Ngebul’’ yang saya ciptakan atas biaya penuh Pak Wahyu Indrasakti Saidi, pemilik kartu nama bertulisan Alumni ITB Tukang Bakmi.
Alhasil, wajah baru JAK TV pun tidak kinclong lagi. Memang ‘nggak kelas’ lagi. Tetapi pada akhir tahun, stasiun TV lokal itu membukukan laba kali pertama. Juga pada tahun-tahun berikutnya.
Apakah NET TV senasib dengan JAK TV? Saya tidak tahu persis. Sudah lima tahun saya meninggalkan industri penyiaran TV. Pindah haluan ke TV online. Kemudian TV interaktif. Yang kini popular dengan sebutan webinar.
Webinar memang tidak seheboh stasiun TV. Tapi webinar bisnis yang nyata. Penonton webinar tidak perlu banyak. Karena setiap peserta harus membayar. Beda dengan stasiun TV. Yang bisnisnya ditentukan mimpi bernama rating tinggi. (jto)
Joko Intarto
Penulis mantan praktisi bisnis media TV
Manajemen NET TV membantah telah melakukan PHK massal. Yang ada menawari karyawan resign dengan kompensasi menarik.
Redaktur & Reporter : Soetomo
- Penyebab Utama Gelombang PHK Massal Terungkap, Industri hingga Ritel Terdampak
- KTKI Korban PHK Massal Mengadu ke Ombusdman, Minta Audiensi pada Puan Maharani & Komisi 9
- Hindari PHK Massal, Pemda Bakal Outsourcing Honorer yang Tak Masuk Database BKN
- DPR Khawatir Investasi TikTok Permudah Produk Tiongkok Masuk Indonesia
- Ribuan Buruh Menolak Direlokasi, PT Sai Apparel Semarang Lakukan PHK Massal
- Tuntut Ganti Majelis Hakim, Ratusan Karyawan PT PRLI Berunjuk Rasa di Kantor MA