Nikah Dini Berbahaya

Nikah Dini Berbahaya
Plt Kepala BKKBN DR Sudibyo Alimoeso MA. Foto: int
Ada lima transisi yang harus dilalui dengan baik. Pertama, dapat pendidikan yang baik. Bagaimana dapat pendidikan yang baik kalau lulus SMP saja sudah dikawinkan. Kalau sudah hamil, sekolah kan biasanya tidak mau menerima. Akhirnya terjadi putus sekolah. Kedua, memperoleh pekerjaan layak. Karena sudah putus sekolah dan kualitasnya rendah tentu akan akan sulit mendapat pekerjaan layak. Kalau dia terhimpit ekonomi dan tidak punya keahlian apa-apa larinya akan ke hal-hal kurang baik.

Ketiga, membentuk keluarga yang baik. Bagaimana bisa membuat keluarga yang baik kalau punya pengalaman buruk seperti itu. Keempat,  bermasyarakat dengan baik. Kalau membentuk keluarga yang baik saja susah apalagi bermasyarakat dengan baik. Inilah yang akhirnya mengganggu masa depan. Kelima, berperilaku kehidupan yang sehat dalam sehari-hari. Ini sulit kalau mereka masih dalam situasi seperti itu tadi.

UU Perlindungan Anak dan UU Perkawinan sendiri tidak ada harmonisasi?

Betul itu. Dalam UU Perlindungan Anak itu sudah bagus karena anak hingga 18 tahun. Paling tidak anak sudah sekolah minimal tingkat SMA. Tapi di lain pihak UU Perkawinan masih memungkinkan anak usia di atas 16 tahun untuk menikah.

Berarti perlu diuji materi?

Ya ini butuh pembahasan panjang. Ini sensitif karena sudah menayngkut keagamaan. Ini akan menjadi perdebatan alot. Tapi kita harus sepakat bahwa usia anak dinaikkan 18 tahun itu bagus. Pertama, lulus SMA itu lebih bagus. Kedua, secara emosional menjadi lebih dewasa dan lebih bagus. Ketiga, secara fisik dan kesehatan sudah memungkinkan. Karena anak-anak yang hamil itu berbahaya.

PRAKTIK pernikahan dini masih marak. Padahal, hal itu bisa membahayakan kesehatan reproduksi. Apa saja dampak negatifnya? Berikut petikan wawancara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News