Nominasi OCCRP dan Beban Berat Presiden Prabowo

Oleh: Arjuna Putra Aldino - Ketua Umum DPP GMNI

Nominasi OCCRP dan Beban Berat Presiden Prabowo
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino. Foto: ANTARA/HO-Dokumen Pribadi

Bagi investor, state capture corruption jelas dapat memunculkan persaingan tidak sehat, distribusi ekonomi yang tidak merata, tingginya biaya ekonomi, memunculkan ekonomi bayangan, menciptakan ketidakpastian hukum, dan tidak efisiennya alokasi sumber daya.

Beban Berat Presiden Prabowo

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengawali langkahnya dengan beban warisan yang cukup mengkhawatirkan.

Defisit RAPBN 2025 berkisar 2,45-2,82 persen terhadap PDB. Rentang atas hampir mendekati batas maksimal 3 persen.

Artinya, defisit APBN 2025 berisiko membengkak dari target Rp 616,2 triliun. Di lain sisi, sekitar 37,58% atau sekitar Rp 1.350 triliun anggaran belanja dalam APBN 2025 akan digunakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membayar utang-utang peninggalan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Total anggaran belanja negara yang didesain pemerintah saat ini dan telah disepakati bersama DPR sebesar Rp 3.621,3 triliun, sedangkan Rp 1.353,2 triliun untuk membayar utang dalam bentuk cicilan pokok Rp 800,3 triliun, dan bunga Rp 552,9 triliun.

Bahkan jika ditambah untuk membayar bunga dari utang dalam negeri Rp 497,6 triliun, dan utang luar negeri Rp 55,2 triliun maka hampir 50% total pendapatan negara yang dirancang dalam APBN 2025 sebesar Rp 3.005,1 triliun habis untuk membayar utang-utang peninggalan pemerintah sebelumnya.

Berdasarkan data General Government Gross Debt dalam Laporan IMF, utang Indonesia pada 2025 diperkirakan mencapai 40,7% PDB. Walaupun rasio utang terhadap PDB masih jauh di bawah batas aman yakni 60 persen sebagaimana diatur dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengawali langkahnya dengan beban warisan yang cukup mengkhawatirkan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News