Nyali Ade Komarudin Awasi Anggota DPR Dipertanyakan
jpnn.com - JAKARTA - Ketua DPR Ade Komarudin diminta berani menghadapi kader Partai Golkar yang bermain-main dengan anggaran. Keberanian tersebut menurut Direktur Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi, sangat diperlukan untuk membersihkan DPR dari perilaku tindak pidana korupsi.
“Ade Komarudin itu kan Ketua DPR. Jadi dia harus bernyali besar melindungi lembaga wakil rakyat itu dari perilaku koruptif yang sangat mungkin dilakukan oleh kader Golkar," kata Uchok, di Jakarta, Rabu (1/6).
Lebih lanjut, Uchok mengkritisi sikap Ade yang meminta media dan publik mengawasi DPR. "Mestinya Ketua DPR yang paling di depan mengawasi anggotanya. Ini belum apa-apa, sudah mengompori pihak luar mengawasi DPR. Selaku pimpinan, kita juga menagih komitmen Akom mengawasi DPR dan rekan-rekannya dari Fraksi Golkar," tegas Uchok.
Kalau cuma mengharapkan media atau publik untuk mengawasi DPR, menurut dia, sangat sulit karena rapat-rapat di DPR dapat dilakukan secara tertutup. "Hak media atau publik untuk mengawasi DPR lenyap begitu pimpinan menyatakan rapat tertutup," tegasnya.
Kata Uchok, sikap Akom yang mengompori media dan publik mengindikasikan keengganannya selaku pimpinan DPR untuk menjalankan tugas mengawasi rekan-rekannya sendiri.
"Jadi, nantinya kalau ada di antara anggota Fraksi Golkar di DPR korup, Akom akan cuci tangan dengan cara mengatakan media dan publik tidak awasi DPR," pungkasnya.(fas/jpnn)
JAKARTA - Ketua DPR Ade Komarudin diminta berani menghadapi kader Partai Golkar yang bermain-main dengan anggaran. Keberanian tersebut menurut Direktur
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- BPKP Usulkan Rancangan Kebijakan MRPN Lingkup Pemerintah Daerah
- Eks Tim Mawar Kenang Presiden Prabowo yang Rela Korbankan Diri demi TNI
- Polsek Tambusai Utara Ajak Warga di Desa Tanjung Medan Ciptakan Pilkada Damai
- AQUA dan DMI Berangkatkan Umrah bagi Khadimatul Masjid dari Enam Provinsi
- KPK Incar Pejabat BPK yang Terlibat di Kasus Korupsi Kemenhub
- PPPK Minta Regulasi Mutasi, Relokasi, dan TPP Rp 2 Juta, Berlebihankah?