Ojo Kesusu, Ojo Keliru

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Ojo Kesusu, Ojo Keliru
Presiden Joko Widodo menyapa massa saat kegiatan relawan "Komunitas Sapulidi" bertajuk "2024 Satu Komando Ikut Pak Jokowi" di Stadion Gelora 10 November Surabaya, Minggu (21/8/2022) petang. ANTARA/Umarul Faruq.

Ungkapan Jawa yang paling terkenal adalah ‘’alon-alon waton kelakon’’ pelan-pelan asal tercapai. 

Kecepatan dan ketergesaan bisa mengakibatkan pilihan yang keliru, dan hal itu bukan bagian dari tradisi Jawa yang priyayi.

Sikap alus bisa dilihat dari penampilan ksatria dalam pergelaran wayang kulit. 

Sang kesatria digambarkan sebagai seorang lelaki tampan dengan badan langsing dan wajah yang halus ‘’mriyayeni’’ dengan tampang aritokratis. 

Bicaranya halus dan sangat tertata, pakaiannya sopan, dan gerakannya serba teratur dan tidak kasar.

Kebalikan dari sikap priyayi yang alus diwakili oleh raseksa atau ‘’buto’’ yang digambarkan dalam bentuk yang besar menjulang, mulut ekstra lebar, rambut gondrong awut-awutan, berbicara dengan suara keras, dan bertindak dengan kasar dan ugal-ugalan. 

Meskipun terlihat besar dan kuat tapi dalam setiap perang tanding raseksa tidak pernah bisa mengalahkan ksatria yang yang alus.

Salah satu espisode yang paling terkenal dalam pergelaran wayang orang adalah ‘’Cakilan’’ yang menggambarkan pertarungan ‘’one on one’’ antara Buto Cakil melawan Arjuno. 

Soal suksesi kepresidenan 2024, Jokowi selalu memakai idiom Jawa. Dia memakai narasi ojo kesusu di depan Projo. Di Surabaya Jokowi memakai narasi ojo keliru.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News