Ojo Kesusu, Ojo Keliru
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Ben Anderson dalam bukunya ‘’Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia’’ (1990) mengupas tuntas konsep kekuasaan dalam perspektif budaya Jawa.
Konsep Kuasa dalam budaya Jawa berbeda dengan konsep yang berkembang di Barat.
Konsep Barat tentang kekuasaan merupakan suatu abstraksi yang memaparkan hubungan-hubungan sosial, kekuasaan dipercaya sebagai sesuatu yang diturunkan dari berbagai sumber, kekuasaan juga tidak memiliki batasan, dan secara moral kekuasaan bersifat ambigu.
Dalam konsep Jawa, kekuasaan adalah sesuatu yang nyata, homogen, jumlah keseluruhan tetap, dan kekuasaan tidaklah mempertanyakan legitimasi.
Dalam tradisi Jawa ada du acara untuk memperoleh kuasa, yaitu melalui tradisi ortodoks dengan tapa laku untuk menyeimbangkan diri dengan kekuatan alam semesta misalnya bermeditasi di hutan atau di tempat terpencil.
Power dalam bahasa Inggris, oleh Anderson diterjemahkan sebagai Kuasa dengan K besar dan kasekten dalam bahasa Jawa—bisa juga didapat melalui tradisi heterodoks.
Dalam tradisi ini, Kuasa didapat dengan cara pengacau-balauan indera secara sistematis seperti mabuk, mengumbar seks, dan pembunuhan ritual.
Tradisi heterodoks lebih ke tujuan untuk berkonsetrasi tanpa gangguan karena telah menuntaskan gairah-gairah yang tersimpan.
Soal suksesi kepresidenan 2024, Jokowi selalu memakai idiom Jawa. Dia memakai narasi ojo kesusu di depan Projo. Di Surabaya Jokowi memakai narasi ojo keliru.
- Pakar Politik Menyamakan Jokowi dengan Pembunuh Berdarah Dingin, Ini Sebabnya
- Jokowi Aktif Mendukung Paslon Tertentu, Al Araf: Secara Etika Itu Memalukan
- Al Araf Nilai Jokowi Memalukan Turun Kampanye di Pilkada 2024
- Pengamat Heran PDIP Protes Mega Ada di Stiker 'Mau Dipimpin Siapa?'
- Hasto PDIP Nilai Prabowo Sosok Kesatria, Lalu Menyindir Jokowi
- Prabowo Seorang Kesatria, Harus Tegas Hadapi Cawe-Cawe Jokowi di Pilkada