Oleh-Oleh dari Perjalanan ke Papua (4)

Untuk Dapat Emas, Penambang Setor Rp 100 Ribu Per Bulan

Oleh-Oleh dari Perjalanan ke Papua (4)
Foto: Nany Wijaya/JAWA POS
Sampai saat meninggalkan Timika saya belum melihat adanya persamaan kota itu dengan Wamena. Saya pikir malah sebaliknya, kedua kota itu memiliki perbedaan yang sangat ekstrem. Seperti langit dan bumi, meski di Timika juga ada suku Dani. Dan, suku Dani bukan satu-satunya suku asli yang hidup di Timika. Di kota tersebut ada tujuh suku asli, yakni Dani, Nduga, Me atau Ekari, Moni, Kamoro, Amungme, dan Damai. Suku-suku tersebut mendapatkan perhatian khusus dari Freeport. Hak istimewa ketujuh suku itu disebut sebagai hak ulayat.

Bedanya dengan yang di Wamena, suku Dani di Timika tidak mengenakan koteka. Apalagi, berkeliaran dalam keadaan telanjang. Saat pecah perang antarsuku saja, hanya ada sedikit di antara mereka muncul dengan hanya mengenakan pakaian tradisional itu.

Mata pencarian suku ini juga berbeda dengan sesamanya yang di Wamena. Mereka bekerja sebagaimana penduduk lain yang bukan asli Papua. Jadi, ada yang bertani, berdagang, bekerja di kantor, atau di toko. Tetapi, tidak sedikit juga yang menjadi penambang liar di areal tambang milik Freeport.

Suku Dani bersama suku lain, seperti Me, Nduga, Moni, dan Amungme, banyak melakukan penambangan liar di Kampung Arwano, Banti, dan Wah. Kampung-kampung tersebut terletak di sekitar Tembagapura. Jumlah mereka, kalau ditotal, sangat banyak. Bisa mencapai lebih dari 10.000 orang.

Ke Papua tanpa ke Wamena memang tidak lengkap. Tapi, ke Wamena tanpa ke Timika juga belum sempurna. Sebab, dua kota itu memiliki kehidupan yang bertolak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News