Ombudsman Soroti Perubahan Kriteria Kelulusan CPNS
Mereka meminta Kemenpan RB untuk mengubah kriteria tersebut. ”Saya dapat informasi politisi Senayan dia meminta agar ada perubahan itu,” tambah dia.
Kepala Biro Hukum dan Humas Kemenpan-RB Herman Suryatman mengatakan, perubahan peraturan tersebut bukan tanpa dasar.
Pada perubahan Permenpan 22/2017 menjadi Permenpan 24/2017 disisipkan klausul bahwa dalam menentukan kelulusan untuk formasi penjaga tahanan dan pemeriksa keimigrasian terampil, selain didasarkan pada ambang batas, penentuan kelulusan penjaga tahanan dan pemeriksa keimigrasian terampil juga didasarkan pada pemeringkatan.
”Alasannya adalah ada daerah, khususnya wilayah atau daerah-daerah di kawasan perbatasan, yang formasinya tidak terpenuhi melalui nilai ambang batas. Karena itu dipenuhi melalui pemeringkatan,” tutur Herman kepada Jawa Pos kemarin.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN Muhammad Ridwan.
Dia mengatakan, berdasarkan pengalaman Kemenkumhan sebelumnya, jika menggunakan passing grade, jumlah calon peserta tidak mencukupi kuota formasi. Dan hal tersebut juga terjadi pada seleksi kali ini.
Ridwan mengatakan, berdasarkan data ril, jumlah penjaga tahanan yang memenuhi jumlah 3 kali kuota formasi hanya terpenuhi di tiga provinsi. Yakni Jawa Tengah, DI Jogjakarta, dan Jawa Timur.
Sementara di 30 provinsi lainnya jumlahnya di bawah itu. Bahkan ada yang jumlahnya lebih sedikit dari kuota formasi.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Laode Ida mengingatkan perubahan kriteria kelulusan CPNS secara mendadak itu menimbulkan ketidakpastian.
- Ombudsman Minta Polda Sumbar Ungkap Motif Kasus Polisi Tembak Polisi Secara Transparan
- Ombudsman: Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan Bagi Petani dan Nelayan Sangat Penting
- Honorer Pelamar PPPK 2024 Punya Masalah, Silakan Hubungi Nomor WA Ini
- Satgas Saber Pungli & ORI Apresiasi Layanan Keimigrasian Minim Aduan Pungutan Liar
- KPKNL Jakarta V Dilaporkan ke Ombudsman, Masalah Apa?
- Menteri LHK Siti Nurbaya & Ombudsman RI Bahas Pencegahan Maladministrasi Industri Sawit