Omicron Lebih Berbahaya Ketimbang Delta Meski Gejalanya Ringan
jpnn.com, JAKARTA - Ahli epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengungkapkan salah satu dampak dari upaya testing, tracing, dan treatment (3T) yang kurang kuat dalam menghadapi Omicron.
Dia menjelaskan berbagai negara yang memiliki kemampuan 3T lebih baik dari Indonesia, seperti Australia, Amerika Serikat, dan Denmark, tidak bisa membendung laju penularan varian baru Covid-19 itu.
Menurut Dicky, kegagalan dalam mendeteksi setiap kasus varian Omicron bisa menjadi bom waktu.
"Kesakitan akan tetap terjadi karena memang 90 persen, kan, tidak bergejala dengan Omicron. Ini karena sudah banyak yang memiliki imunitas," kata Dicky, Senin (17/1).
Imunitas yang lebih kuat dimiliki orang yang sudah divaksin, pernah terinfeksi, maupun sudah divaksin dan pernah terinfeksi.
Meski begitu, Dicky menilai proses infeksi di dalam tubuh seseorang yang terpapar varian Omicron tidak sama dengan gejala yang dimunculkan.
Jika upaya deteksi tidak dilakukan secara maksimal, orang yang terpapar Omicron tetapi tidak mengetahuinya akan mudah menyebarkan virus ke orang lain.
Dicky menegaskan cepat atau lambat Omicron akan menjangkiti kelompok berisiko tinggi yang sudah divaksin, seperti lansia, pemilik komorbiditas, maupun imunokompromais.
Ahli epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengungkapkan proses infeksi Omicron tidak sama dengan gejala yang dimunculkan.
- Kasus Korupsi Proyek APD Covid-19, KPK Jebloskan Pengusaha Ini ke Sel Tahanan
- Korupsi Insentif Nakes RSUD Palabuhanratu, Polda Jabar Tangkap 3 Tersangka Baru
- Angka Rabies di Bali Masih Tertinggi di Indonesia Meski Vaksinasi Sudah Dilakukan
- Korupsi Pengadaan Masker Covid-19 di NTB, Kerugian Negaranya
- Menkes Sebut Virus Mpox atau Cacar Monyet Tidak Mengkhawatirkan seperti Covid-19
- Sebagian Besar Kasus Hepatitis Tidak Terdiagnosis, Deteksi Dini Penting Dilakukan