Omicron

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Omicron
Ilustrasi. Varian Omicron masuk ke Indonesia. Foto: Ricardo/JPNN.com

Itulah yang terjadi dengan obat AIDS. Obat sudah ditemukan, tetapi dijual dengan harga sangat mahal yang mustahil dijangkau oleh rakyat Afrika yang mayoritas miskin. Karena itu Afrika akan tetap menjadi pusat penularan AIDS sampai kapan pun.

Selalu ada yang menangguk untung besar di tengah penderitaan manusia. Dalam kasus pandemi Covid-19 ini pun hal yang sama terjadi. Perusahaan-perusahaan farmasi besar dunia menangguk untung karena bisa menciptakan vaksin yang kemudian menjadi komoditas dagang paling laris di dunia.

Kecuali AstraZeneca vaksin produk Inggris, vaksin-vaksin yang ada sekarang dijual mahal karena ada biaya hak paten yang harus dibayar kepada pemiliknya.

Amerika Serikat sebagai biang sistem kapitalisme global sangat bangga dengan sistem paten itu. Penemuan inovasi sekecil apa pun akan dipatenkan di Amerika dan akan mendapatkan perlindungan penuh dari pembajakan dan peniruan.

Amerika menjadi negara dengan jumlah paten paling besar di seluruh dunia. Dengan perlindungan hak paten yang ketat Amerika menjadi surga bagi para inovator. Inilah salah satu faktor yang membuat kapitalisme Amerika menjadi kuat dan maju.

Para inovator dan inventor kerasan tinggal di Amerika karena jaminan perlindungan paten. Orang-orang seperti Bill Gates dan Elon Musk menjadi manusia terkaya di dunia karena paten mereka dilindungi.

Kapitalisme tidak mengenal solidaritas. Kalau toh ada solidaritas maka semuanya dilakukan atas nama keuntungan pasar.

Obat AIDS tetap menjadi barang langka dan mahal. Hanya orang-orang elite seperti Magic Johnson yang bisa membelinya untuk memperpanjang umur.

Kita harus bersiap-siap menerima kedatangan Omicron dengan segala risiko terburuknya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News