Konon Omnibus Law tentang Sanksi Administratif, tetapi Kok Memuat Sanksi Pidana?
jpnn.com, JAKARTA - Ahli hukum pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej menilai UU Cipta Kerja (Ciptaker) rentan diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Terutama, jika mengacu draf RUU Cipta Kerja sebelum disahkan menjadi undang-undang.
"Sangat rentan untuk menjadi materi uji ke Mahkamah Konstitusi," kata Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Sharif Hiariej di dalam diskusi virtual yang digelar, Rabu (7/10).
Setidaknya terdapat empat catatan kritis dari Eddy yang menilai UU Ciptaker menjadi bahan uji materi. Catatan pertama, Eddy menyinggung tentang penormaan UU Ciptaker.
Sebuah UU, kata Eddy, tidak boleh melewatkan prinsip rubrica et lex. Artinya yakni isi dari suatu pasal harus sesuai dengan judul babnya.
Menurut Eddy, UU Ciptaker ini melanggar prinsip rubrica et lex. Sebab, UU Ciptaker memuat sanksi pidana. Namun, penjudulan undang-undang itu justru berbicara sanksi administratif.
"Sanksi administrasi dan sanksi pidana itu adalah dua hal yang berbeda secara prinsip. Jadi judulnya sanksi adminitrasi sementara di bawahnya itu sanksi pidana isinya. Ini, kan, isi tidak sesuai dengan judul. Maka dia melanggar apa yang tadi saya sebut prinsip rubrica et lex," kata Eddy.
Selanjutnya, kata dia, sanksi di dalam UU Ciptaker hanya mengambil dari aturan yang sudah ada. Namun, penerapan pasal satu dengan yang lain menggunakan stelsel pemidanaan yang berbeda.
Eddy Hiariej menilai Omnibus Law RUU Cipta Kerja berpotensi diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
- Prabowo Bubarkan Satgas Buatan Jokowi, Apa Itu?
- WWF ke-10 di Bali, Putu Rudana Usul Tiap Negara Bikin Omnibus Law Tentang Air
- Ribuan Buruh dari Karawang Ikuti May Day di Depan Istana Negara, Mereka Menolak Omnibus Law
- Gelar Kampanye Akbar, Partai Buruh Konsisten Suarakan Cabut Omnibus Law
- Syaikhu Sebut Sikap AMIN soal Tenaga Kerja Sejalan dengan Perjuangan PKS
- Buruh Curhat Soal Outsourcing, Anies Sebut Karena Bobroknya Omnibus Law