Oposisi Sudah Jinak, Pemerintah Malaysia Bisa Semaunya di Parlemen
jpnn.com, PUTRAJAYA - Pemerintah Malaysia tidak akan membubarkan parlemen sebelum akhir Juli 2022, demikian bunyi kesepakatan yang ditandatangani dengan blok oposisi di parlemen.
Kesepakatan itu dibuat untuk menjaga stabilitas politik di tengah upaya pemulihan negara itu dari krisis COVID-19.
Malaysia mengalami pergolakan politik sejak kekalahan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) pada pemilu 2018, setelah lebih dari 60 tahun berada di tampuk kekuasaan.
Dua pemerintahan sejak kekalahan itu telah runtuh sebelum Ismail Sabri Yaakob ditunjuk sebagai perdana menteri dan mengembalikan kekuasaan kepada UMNO.
Koalisi Ismail Sabri, yang memiliki suara mayoritas tipis di parlemen, pada Senin menandatangani pakta kerjasama dengan blok oposisi utama pimpinan Anwar Ibrahim.
Di bawah ketentuan pakta yang rinciannya diungkap kepada publik pada Selasa, pemerintah setuju untuk mengeluarkan sejumlah keputusan dan reformasi, termasuk menetapkan undang-undang untuk mencegah pembelotan politik dan membatasi masa jabatan perdana menteri hingga 10 tahun.
Sebagai imbal baliknya, koalisi oposisi tidak akan menghalangi pemerintah dalam voting-voting penting di parlemen, karena kegagalan untuk mengesahkan undang-undang dapat ditafsirkan sebagai tanda ketidakpercayaan pada pemerintah.
Pakta itu mencakup komitmen untuk mendukung atau abstain pada anggaran pemerintah 2022 yang akan diajukan bulan depan.
Koalisi Ismail Sabri, yang memiliki suara mayoritas tipis di parlemen, pada Senin menandatangani pakta kerjasama dengan blok oposisi utama pimpinan Anwar Ibrahim.
- Kubu Oposisi Israel Dukung Negara Palestina Merdeka dengan Syarat
- Koalisi Terbentuk, Oposisi Selangkah Lagi Kuasai Thailand
- Raja Malaysia Belum Bisa Putuskan Perdana Menteri Baru
- Pemilu Malaysia Gagal Hasilkan Mayoritas
- Pemilu Malaysia Bergulir, Nama-Nama Besar Kembali Berlaga
- Kecewa Situasi Politik, Raja Malaysia Bubarkan Parlemen