Opsi Vaksin Berbayar Seperti Mencari Untung dengan Memeras Rakyat
jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Netty Prasetiyani Aher mengkritisi kebijakan pemerintah melalui PT Kimia Farma Tbk yang berencana memberlakukan vaksinasi berbayar senilai Rp879.140/dua dosis bagi individu.
"Jadi, opsi vaksin berbayar seperti upaya mencari keuntungan dengan memeras rakyat," ungkap Netty dalam rilis medianya, Senin (12/7).
Menurut alumnus Universitas Padjajaran itu, vaksinasi demi menanggulangi pandemi menjadi tanggung jawab, termasuk di dalam hal pembiayaan.
"Setiap individu harus mendapat akses yang sama dan merata melalui vaksinasi gratis," tutur Netty.
Pemerintah, kata dia, tidak bisa berdalih bahwa vaksin berbayar menjadi opsi rakyat yang enggan mengantre demi mengikuti program vaksinasi.
"Jangan sampai publik berpikir hanya orang kaya yang mampu membeli vaksin yang dapat melindungi diri dari bahaya pandemi," papar Netty.
Anggota Komisi IX DPR itu mengatakan, legislator belum diajak diskusi atas rencana vaksin berbayar bagi individu. DPR hingga kini baru menyetujui adanya vaksin gotong royong yang dibiayai perusahaan.
"Itu pun diizinkan dengan banyak catatan. Sekarang tiba-tiba muncul kebijakan vaksin berbayar untuk individu," ungkap dia.
Anggota DPR mengkritisi kebijakan pemerintah melalui PT Kimia Farma Tbk yang berencana memberlakukan vaksinasi berbayar.
- Kasus Dengue Meningkat, Kemenkes dan Takeda Gencarkan Upaya Pencegahan
- Peran Pemda & Masyarakat Penting untuk Mencapai Nol Kematian Akibat Dengue 2030
- Angka Rabies di Bali Masih Tertinggi di Indonesia Meski Vaksinasi Sudah Dilakukan
- Sebagian Besar Kasus Hepatitis Tidak Terdiagnosis, Deteksi Dini Penting Dilakukan
- WHO Tak Mendukung Vaksinasi Massal untuk Lawan Cacar Monyet
- Cegah DBD Berulang Melalui Gerakan 3M Plus dan Vaksinasi