Optimalkan Pemanfaatan Kecerdasan Buatan, Komdigi Perkuat Sinergi dengan Kampus
Dia juga menekankan pentingnya etika dan tanggung jawab dalam pengembangan AI. Maka Indonesia menjadi negara pertama yang mendorong AI etik, sejalan dengan panduan UNESCO.
“Etika dan kreativitas harus berjalan seiring. Teknologi memiliki batasan, dan etika adalah pengendali utama agar manfaatnya tetap optimal,” jelasnya.
Pemerintah telah mengeluarkan panduan etik dalam bentuk surat edaran. Mulai 2025, serial diskusi dengan para pemangku kepentingan akan digelar untuk meningkatkan regulasi agar lebih kuat dan inklusif.
“Kami tidak akan menghambat inovasi teknologi, tetapi mendorong penggunaannya untuk berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi,” tegas Meutya.
Maka itu Indonesia membutuhkan sembilan juta talenta digital hingga 2030 untuk menguasai teknologi digital, termasuk AI.
Tantangan ini diakui Meutya sebagai pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Namun, dia optimistis karena adanya dukungan akademisi, termasuk UGM.
Diskusi ini juga menyoroti perlunya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, dan industri untuk menciptakan solusi inklusif dan berkelanjutan.
“AI menghadirkan peluang besar, tetapi juga tanggung jawab besar. Kerja sama lintas sektor sangat penting untuk memastikan teknologi ini dimanfaatkan dengan bijak,” ujar Meutya.
Kementerian Komdigi pun telah mencetak satu juta talenta digital baru dan menjangkau 5,6 juta peserta literasi digital.
- Allianz Soroti Peran Penting Industri Asuransi dan Media di Tengah Ketidakpastian Ekonomi
- Tahun Depan Diprediksi Jadi Kejayaan Bisnis yang Terintegrasi GenAI & AI
- Kesenjangan Tenaga Kerja dan Infrastruktur jadi Kendala Penggunaan AI
- WhatsApp Meluncurkan Fitur Meta AI, Begini Cara Menggunakannya
- Karya Futuristik Voxeaa Padukan Musik dan Kecerdasan Buatan
- DTC Netconnect Memperkenalkan Solusi Data Center Berbasis AI