Orang dengan Gangguan Jiwa Bisa Ikut Pemilu, Begini Caranya
jpnn.com, JAKARTA - Pemberian hak pilih saat pemilu kepada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) membawa sejumlah konsekuensi. KPU akan memberikan fasilitas pendampingan kepada ODGJ untuk bisa menggunakan hak pilihnya.
Mereka disebut penyandang disabilitas mental. Maka, para perlakuan terhadap ODGJ akan disamakan dengan penyandang disabilitas lainnya.
Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan, keberadaan penyandang disabilitas mental sebagai pemilih dalam pemilu bukanlah hal baru.
"Sejak Pemilu 1955, WNI penyandang disabilitas mental sudah punya hak pilih yang sama seperti WNI lainnya," terang dia. Dengan demikian, bukan hal yang luar biasa ketika hak pilih mereka juga diakomodasi pada Pemilu 2019.
Penyandang disabilitas mental baru menjadi persoalan ketika pada 2015 pembuat UU menghilangkan hak pilih mereka dalam pilkada.
Ujungnya, muncullah gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang hasilnya mengembalikan hak pilih mereka seperti semula.
Meski demikian, dalam menggunakan hak pilihnya, ODGJ tetaplah penyandang disabilitas. Karena itu, KPU menyamakan perlakuan antara ODGJ dan penyandang disabilitas lainnya. Misalnya tunanetra (buta), tuna wicara-rungu (bisu-tuli), dan tunadaksa (cacat fisik).
Mereka akan mendapatkan bantuan dalam menggunakan hak pilihnya. Bantuan yang diÂberikan adalah pendampingan saat berada di dalam bilik suara.
Bila nanti dokter menyatakan yang bersangkutan menderita gangguan jiwa berat maka hak pilihnya juga tidak wajib digunakan.
- KPU Sukabumi Ungkap Penyebab Turunnya Partisipasi Pemilih di Pilkada 2024
- Selama 2024, DKPP Pecat 66 Penyelenggara Pemilu
- KPU Audit Dana Kampanye 2 Paslon Kada Pilgub Kepulauan Riau
- KPU Tetapkan Pram-Rano Menang di Pilgub Jakarta, Petinggi Gerindra Bereaksi Begini
- Pilkada Kota Solok, Pasangan Ramadhani-Suryadi Raih Suara Terbanyak
- Arief Poyuono Menilai Edi Damansyah Layak Didiskualifikasi di Pilkada Kukar