Orang Tua Korban Gagal Ginjal Akut Menggugat, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

"Benar dugaan saya, kondisi Zea drop banget sehabis minum parasetamol drop dan sirup ... sepekan yang lalu dibilang obat itu aman, sedangkan sekarang beda lagi," kata Agustina kepada ABC Indonesia.
"Kalau anakku enggak aku bawa ke puskemas dan dapat obat itu, pasti enggak bakal [terjadi] seperti ini ya," tambahnya.
Parasetamol drop dan sirop yang diberikan Agustina diperolehnya dari puskemas, tempat ia memeriksakan Zea yang saat itu mengalami demam.
Penyesalan yang sama juga dirasakan Safitri Puspa, yang kehilangan putranya, Panghegar Bhumi, yang berusia delapan tahun.
Awalnya, ia teryakinkan oleh vonis bahwa penyakit yang diidap putranya adalah kemungkinan besar disebabkan oleh virus.
"Tapi mengetahui [anak saya sakit karena] keracunan obat itu lebih menyakitkan," ujar Safitri.
Menurut Safitri, produk Afi Farma telah menjadi benang merah yang sangat jelas di antara para orangtua, setelah mereka membandingkan daftar obat-obatan yang diminum anak-anaknya.
"Kami semua pakai [obat buatan] Afi Farma, kami semua, 99 persen, mendapatkannya dari fasilitas kesehatan, yaitu kami pergi ke rumah sakit, atau klinik pratama, atau puskesmas."
Sebanyak 12 orangtua anak korban gagal ginjal akut di Indonesia, mewakili 324 korban, melayangkan gugatan 'class action' kepada perusahaan farmasi, pemasok bahan baku obat, juga BPOM dan Kemenkes RI
- Kabar Australia: Pihak Oposisi Ingin Mengurangi Jumlah Migrasi
- Dunia Hari Ini: Unjuk Rasa di Turki Berlanjut, Jurnalis BBC Dideportasi
- Dunia Hari Ini: Kebakaran Hutan di Korea Selatan, 24 Nyawa Melayang
- 'Jangan Takut': Konsolidasi Masyarakat Sipil Setelah Teror pada Tempo
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Krisis Telur, Sampai Terpaksa Impor
- Pemerintah Australia Umumkan Anggaran Baru, Ada Kaitannya dengan Migrasi