Organda Mogok, Transportasi Lumpuh
jpnn.com - KEPUTUSAN kenaikan harga BBM bersubsidi membuat DPD Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Jatim ikut bersikap. Menindaklanjuti rekomendasi musyawarah kerja nasional (mukernas) DPP, mereka mengancam mogok beroperasi mulai pukul 00.00 dini hari tadi (19/11) hingga ada keputusan lebih lanjut.
Ancaman mogok beroperasi DPD Organda Jatim itu sebelumnya juga keluar pada awal Agustus lalu. Mereka mengancam mogok setelah ada kebijakan pembatasan penjualan BBM jenis solar bersubsidi. Namun, kala itu ancaman tidak terbukti alias hanya gertak sambal.
"Kali ini nggak gertak sambal. Kami menginstruksikan armada tetap di garasi masing-masing," ungkap Wakil Ketua DPD Organda Jatim Firmansyah Mustofa kemarin (18/11).
Menurut Firmansyah, jajarannya menyayangkan kebijakan kenaikan harga BBM yang dilakukan sporadis. Dia berharap anggota Organda yang turut dalam penyelenggaraan pembangunan, khususnya di sektor angkutan atau transportasi, mendapat subsidi atau kompensasi.
Kata Firmansyah, sejauh ini kebijakan pemerintah pusat terkait BBM yang pro terhadap angkutan jalan termasuk minim. Terutama untuk bus antarkota yang melayani kelas ekonomi. Kebijakan pengalihan penggunaan BBM ke bahan bakar gas (BBG) yang lebih murah untuk angkutan umum kelas ekonomi belum merata. Program konversi itu terbatas untuk angkutan perkotaan, belum sampai antarkota.
Firmansyah juga menyoroti sikap diskriminasi pemerintah dalam memberikan public service obligation(PSO). Subsidi selama ini terbatas pada operator angkutan moda tertentu. Salah satunya moda kereta api yang notabene dioperasikan pemerintah sendiri melalui PT KAI. Karena itu, Organda berharap subsidi bisa diberikan untuk angkutan jalan. "Kerugian kami bertambah akibat harga solar naik," keluhnya.
Jika ancaman mogok itu benar-benar terbukti, tentu saja sektor transportasi antarkota di Jatim terancam lumpuh. Pusat-pusat keberangkatan maupun kedatangan penumpang di terminal bakal sepi bus antarkota. Kondisi itu bakal serupa dengan yang terjadi pada 2002 dan 2008.
Pada 2002 aksi mogok beroperasi bus-bus AKDP dilatarbelakangi maraknya angkutan liar. Sedangkan yang terjadi pada 2008 merupakan protes pengusaha otobus atas kenaikan harga BBM yang belum diikuti kenaikan tarif resmi dari pemerintah.
Ancaman Organda Jatim membuat Kepala UPTD Terminal Purabaya May Ronald ikut resah. Berdasar pengalaman bus-bus mogok beroperasi pada 2002 dan 2008, transportasi kala itu lumpuh. "Saya belum bisa membayangkan bagaimana kalau itu (bus antarkota mogok, Red) terjadi," ujarnya.
Sementara itu, kenaikan harga BBM juga telah berimbas terhadap tarif angkutan kota (angkot) di Surabaya. Meski sejauh ini belum ada ketetapan tarif dari pemkot, rata-rata angkot sudah menggunakan tarif baru. Para sopir mematok kenaikan Rp 1.000 hingga Rp 2.000.
Angkot lin V jurusan Tambak Rejo-Kapas Krampung-Joyoboyo misalnya. Tarif penumpang umum yang semula Rp 3.000 kini berubah menjadi Rp 5.000. "Teman-teman sopir lain sudah menaikkan tarif semua. Bensin saja naik, masak tarif angkot enggak boleh dinaikkan?" cetus Sugiono, salah seorang sopir lin V.
Namun, Kasubbag TU UPTD Terminal Joyoboyo Sapto Hadi mengatakan, kemarin pihaknya sudah melakukan pengecekan ke lapangan. Hasil pengecekan, tidak ada kenaikan tarif angkot dari dan ke Terminal Joyoboyo. "Kalau memang ada kenaikan, tolong kami diberi tahu," ujarnya. (sep/ind/c9/hud)
KEPUTUSAN kenaikan harga BBM bersubsidi membuat DPD Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Jatim ikut bersikap. Menindaklanjuti rekomendasi
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Sopir Bus Mengantuk Diduga Jadi Penyebab Kecelakaan di Tol Cipularang
- Innalillahi, 2 Orang Tewas dalam Kecelakaan Bus dan Truk di Tol Cipularang
- Azman Hilang di Sungai Buton Utara Sultra
- Libur Natal 2024, Konsumsi Pertamax Naik 21,7 Persen di Sumbagsel
- Pastikan Keselamatan Penumpang, Kapolres Banyuasin Lakukan Monitoring di Pelabuhan
- Kasus Kecelakaan di Tol Pandaan-Malang, Polisi Tetapkan Sopir Truk jadi Tersangka