Ormas di Depok, Kontrol Sosial atau Kekuatan Dekstruktif?

Oleh: Jessicha Camelita - Peneliti Lembaga Pemilih Indonesia (LPI)

Ormas di Depok, Kontrol Sosial atau Kekuatan Dekstruktif?
Peneliti Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Jessicha Camelita. Foto: Dokumentasi pribadi

Pernyataan ini menegaskan bahwa kebebasan berpendapat memang dijamin dalam demokrasi dalam pasal 28E UUD 1945 bahwa “setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat, berkumpul, dan berserikat”.

Tentunya, harus tetap dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab agar tidak menimbulkan instabilitas di tengah masyarakat.

Salah satu contoh nyata keterlibatan ormas di Depok adalah ketika ratusan anggota Pemuda Pancasila menggeruduk kantor DPRD Depok dalam aksi damai pada Desember 2021.

Aksi ini dilakukan untuk menuntut klarifikasi atas pernyataan seorang anggota DPR RI yang dianggap merugikan ormas mereka. Dalam konteks ini, dapat dilihat bahwa kritik yang dilakukan ormas sering kali berbenturan dengan kepentingan politik tertentu.

Ada yang menilai bahwa sebagian ormas di Depok hanya mencari perhatian dan memanfaatkan momentum untuk menekan pemerintah atau pihak lain yang berseberangan kepentingan dengan mereka.

Atau yang terbaru, 7 Februari 2025, massa Sapma Pemuda Pancasila menggeruduk Pengadilan Negeri Makassar

Di sisi lain, ada juga ormas yang tetap menunjukkan komitmennya untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam membangun kota.

Mereka lebih memilih jalur dialog daripada aksi unjuk rasa yang bisa berdampak negatif terhadap stabilitas sosial. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua ormas memiliki agenda politik tertentu, tetapi ada juga yang benar-benar berorientasi pada kepentingan masyarakat secara luas.

Dalam beberapa dekade terakhir, peran ormas yang kerap menyuarakan aspirasi mereka terhadap kebijakan pemerintah, kian sentral dalam praksis politik kekuasaan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News