Otto Syamsuddin Ishak, Pria yang Rela Jadi Investigator Kasus-Kasus HAM
Rela Bertahun-tahun Tak Disapa Anak-anaknya
Kamis, 16 Juni 2011 – 08:08 WIB
Prinsip Otto sederhana. Ketika melakukan pendampingan atau investigasi, dia berharap akan ada satu nyawa yang bisa diselamatkan. "Kalau saya lima menit berkunjung di satu kampung, lima menit itu pula korban yang saya dampingi merasa nyaman. Itu saja yang bisa saya lakukan," ungkapnya.
Pendidikan Otto awalnya adalah ilmu geografi regional. Dia menimba ilmu di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta pada 1977. Pulang ke Aceh pada 1989, dia menjadi aktivis dan sesekali mengajar di Universitas Syiah Kuala. Baru pada 1995 dia bisa menamatkan S-2 sosiologi, juga di UGM.
Sejak menjadi aktivis di pedalaman hutan-hutan Aceh, Otto tak memberitahukan profesinya itu kepada keluarga. Terutama anak-anaknya. Dia tak ingin aktivitasnya tersebut membahayakan nyawa keluarga. "Kalau ditanya teman sekolah atau teman bermain di rumah soal pekerjaan saya, anak-anak saya tak tahu hendak menjawab apa," kata Otto.
Tentu saja hal itu berdampak terhadap psikologis anak-anak Otto. "Bayangkan, ketika yang lain bisa bangga bilang ayahku dokter, ayahku polisi, atau apa, anak saya bingung saya ini kerja apa sebenarnya," tuturnya.
Selama puluhan tahun Otto Syamsuddin Ishak akrab dengan tubuh terluka, diintimidasi, diculik, bahkan hampir mati. Tapi, itu sama sekali tak menggoyahkan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408