Outlook Anjlok, Rupiah Jeblok
Minggu, 05 Mei 2013 – 02:44 WIB
Alasannya, Rully menjelaskan, S&P merupakan lembaga pemeringkat yang kredibel dan sangat mementingkan faktor prudensial dalam hasil ratingnya. Di satu sisi, S&P melihat pengelolaan fiskal di Indonesia belum pruden. Tak heran jika hanya S&P yang belum meng-upgrade rating Indonesia dari BB+ ke BBB- (investment grade).
Baca Juga:
Berbeda dengan lembaga lain seperti Moody's Fitch, Japan Credit Rating Agency (JCRA), dan Rating and Investment Co yang telah menyematkan peringkat investment grade kepada Indonesia. Bahkan sebaliknya, S&P memberikan peningkatan rating dari BBB- dari BB+ kepada Filipina.
Padahal, dari tingkat GDP per kapita, Filipina masih jauh lebih rendah dari Indonesia. Proyeksi GDP Filipina tahun ini berada di level USD 2.850 per kapita. Sementara Indonesia lebih tinggi di angka USD 3.800 per kapita.
"Artinya, kebijakan subsidi BBM itu dinilai S&P masih kurang menstimulus perekonomian dan pembangunan, misalnya infrastruktur. GDP pun juga minim pemerataan karena sebesar 20 persen hanya dinikmati kalangan menengah dan kaya," ujarnya.
JAKARTA - Sengatan sentimen negatif pemangkasan outlook Indonesia, dari positif ke stabil dengan rating BB+ oleh lembaga pemeringkat Standard and
BERITA TERKAIT
- Bank Mantap Indonesia Bantu Kebutuhan Para Pensiunan Lewat 3 Pilar ini
- Tingkatkan Pelayanan, KAI Logistik Pangkas Waktu Tempuh Rute Bandung–Surabaya
- Kementerian BUMN Gelar Workshop Penggunaan AI Dalam Komunikasi Media Sosial
- Distribusikan Pupuk Bersubsidi, Petrokimia Gresik Siapkan Stok Lebih dari 372 Ribu Ton
- Sentinel VIP Indonesia Hadirkan Layanan dengan Konsep No Win-No Fee
- Pertamina Sukses Menjaga Pasokan Energi Nasional Selama Periode Natal dan Tahun Baru