Over Supply Listrik, Pembangunan EBT Berpotensi Kuras APBN
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah sedang menggodok draf Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT).
RUU ini menjadi perhatian kalangan pemerhati sektor energi. Pasalnya, ada aturan dalam regulasi tersebut yang berpotensi membebani APBN dan juga BUMN. Di antaranya kewajiban PLN membeli listrik EBT.
Padahal, kondisi pasokan listrik PLN saat ini sedang berlebih (oversupply) akibat adanya pandemi Covid-19 sehingga penggunaan listrik berkurang.
Tokoh muda Muhammadiyah Defy Indiyanto Budiarto mengatakan pembangunan pembangkit EBT sebaiknya mengikuti kondisi supply demand.
”Tarif pembangkit EBT saat ini masih lebih mahal dari PLTU sehingga berpotensi menggerus APBN kalau dibangun pada saat kondisi over supply dengan skema feed in tarif,” ujar Defy, Kamis (9/9/2021).
Menurut dia, PLN masih harus menerima pembangkit baru dari proyek pembangunan 35.000 MW yang juga menjadi penugasan pemerintah.
Di tengah bertambahnya kapasitas listrik tersebut, PLN juga terancam skema take or pay dari pembangkit program 35.000 jika daya listrik yang ada tidak terserap.
“Melihat kondisi yang ada, pembangunan pembangkit EBT sebaiknya dilakukan di daerah yang masih menggunakan diesel untuk menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dan mengurangi subsidi BBM,” tutur Defy.
Tarif pembangkit EBT saat ini masih lebih mahal dari PLTU sehingga berpotensi menggerus APBN kalau dibangun pada saat kondisi over supply dengan skema feed in tarif.
- Kinerja APBN 2024 On Track, Penerimaan Bea Cukai Capai Rp 257,8 Triliun hingga November
- PLN IP Topang Kebutuhan Listrik Maluku Saat Nataru, Menteri ESDM Bilang Begini
- Pemerintah, PLN dan IPP Bersinergi Wujudkan Kemandirian Energi Nasional
- Koalisi Masyarakat Sipil Minta Presiden Prabowo Memastikan Transisi Energi Inklusif
- Penuhi Kebutuhan Nataru, PLN Indonesia Power Siapkan Ribuan Personil Siaga
- Ternyata Daging hingga Listrik Kena PPN 12 Persen, Begini Kriterianya