Padam di Ternate, Damai di Tobelo, Bersaing di Ambon
Sabtu, 18 Desember 2010 – 06:47 WIB
Dari Ternate, kami menyeberang ke Tidore. Untuk melihat pembangunan PLTU 2 x 7 MW yang insya Allah selesai paling lambat 10 bulan lagi. Tapi, PLTU itu terasa sudah terlalu kecil karena beban puncak listrik di Ternate saja sudah 18 MW. Belum termasuk Tidore sendiri. Belum terhitung lagi betapa banyak hotel yang masih menggunakan listriknya sendiri yang amat mahal tersebut. Karena itu, kami memutuskan untuk langsung saja menambah listrik di lokasi tersebut dengan 2 x 7 MW lagi.
Bahkan, untuk masa depan, rasanya perlu mengonsentrasikan PLTU di lokasi itu. Listrik untuk Pulau Halmahera bisa dialirkan dengan jaringan kabel bawah laut dari Tidore. Jarak terdekat antara Tidore dan Halmahera hanya 8 km. Lokasi PLTU tersebut memang cukup strategis dan tidak bermasalah sama sekali.
Berada di kapal feri menuju Tidore, kita seperti berada di tengah-tengah pegunungan yang unik. Di sana-sini terlihat gunung yang menjulang tinggi. Tapi, gunung-gunung itu seperti mencuat begitu saja dari bawah laut. Di belakang kita terlihat Gunung Gamalama (1.721 meter) yang mendominasi Pulau Ternate. Di depan kita ada Gunung Kiematubu (1.730 meter) yang mendominasi Pulau Tidore. Di arah kanan ada Gunung Maitara. Nama gunung itu jarang disebut lagi sekarang. Orang sudah lebih sering menyebutnya dengan nama Gunung Seribu. Disebut Gunung Seribu karena gunung itulah yang menghiasi uang Rp 1.000 saat ini. Sedangkan di kiri sana tampak banyak gunung yang mendominasi Pulau Halmahera dan dua di antaranya masih sering mengeluarkan asap: Gunung Ibu (1.325 meter) dan Gunung Gamkunoro (1.635 meter).
Saya melihat kemungkinan yang besar bahwa dengan kabel bawah laut, listrik dari Tidore itu bisa untuk Ternate, Sofifi (kota baru yang akan menjadi ibu kota Maluku Utara), Jaelolo (ibu kota Kabupaten Halmahera Barat), Tobelo (ibu kota Kabupaten Halmahera Utara), dan Galela, kota pelabuhan Halmahera.