Pajak Roket

Oleh: Dahlan Iskan

Pajak Roket
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Ibaratnya, kata sahabat Disway di London tadi, "rakyat dapat subsidi 200, harus bayar 600". "Sama saja bo'ong," kata Wanita Disway.

Akhirnya Liz panik. Dia copot Kwarteng. Padahal itu teman baiknya. Sejak lama. Kwarteng pendukung Liz yang setia. Tapi jabatan Liz terancam. Apa boleh buat. Teman harus dikorbankan.

Kwarteng adalah ilmuwan-politisi kulit hitam. Ayahnya imigran dari Ghana. Ia begitu hebat sampai dipercaya menjabat pimpinan ekonomi Inggris. Sayang, tidak sampai dua bulan. Ia diganti ekonom kulit putih Jeremy Hunt.

Pejabat baru itu membatalkan hampir semua kebijakan Kwarteng. Balik kucing. Pasar kembali tenang. Tapi pound belum bisa langsung menguat. Suku bunga juga tidak bisa langsung turun. Naik hampir selalu lebih cepat daripada turun. Kecuali bagi Teddy Minahasa.

Reputasi Liz pun hancur. Dia dianggap menjadikan rakyat Inggris sebagai kelinci percobaan. Memalukan Inggris di mata dunia. Mulailah ada suara agar dia mundur.

Sebenarnya Liz ingin bertahan. Namun ada bencana susulan. Menteri dalam negerinyi mendadak mengundurkan diri. Wanita. Muda, 42 tahun. Namanyi: Suella Braverman.

Dia wanita keturunan India. Ibu orang Tamil dari Mauritius. Ayah dari Gowa. Dia ilmuwan hukum. Anggota DPR. Mantan Jaksa Agung Inggris.

Satu lagi jabatan sangat penting Inggris di bawah Liz dipercayakan pada tokoh kulit berwarna: menteri luar negeri. Yakni James Cleverly. Di Inggris partai Konservatif lebih berwarna dibanding Partai Buruh. Kebalikan dengan di Amerika Serikat.

PUTIN memang belum berhasil menjatuhkan Presiden Ukraina Zelenskyy. Namun Presiden Rusia itu sudah sukses menjatuhkan sekaligus dua perdana menteri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News