Pajak Warteg Membunuh Usaha Masyarakat
Sabtu, 28 Januari 2012 – 07:43 WIB
PENETAPAN pajak 10 persen bagi usaha rumah makan atau warung tegal (warteg) beromzet Rp 200 juta per tahun dinilai sebagai bentuk kebijakan yang tidak logis. Pasalnya, penghitungan berdasarkan omzet tidak memberikan jaminan besaran keuntungan yang diperoleh pedagang. Demikian ditegaskan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta Syahrial. Kalaupun harus memberlakukan pajak bagi pedagang warteg, sebaiknya mengacu pada usaha yang beromzet Rp 400 juta per tahun. “Kalau fraksi kami mengusulkan yang omzetnya dua kali lipat dari itu. Sehingga jelas sasarannya,” tandas Syahrial.
Karena itu, Syahrial sepakat dengan sikap pedagang warteg yang menolak penetapan pajak tersebut. Dirinya juga mempertanyakan hasil kajian yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam menerbitkan kebijakan tersebut.
“Itu sama saja mengenakan pajak kepada pedagang yang beromzet Rp 540 ribu per hari. Setelah dipotong komponen biaya, maka keuntungannya tidak terlalu besar. Kalau sampai terkena pajak juga, maka sama saja menghancurkan usaha masyarakat,” ujar Syahrial.
Baca Juga:
PENETAPAN pajak 10 persen bagi usaha rumah makan atau warung tegal (warteg) beromzet Rp 200 juta per tahun dinilai sebagai bentuk kebijakan yang
BERITA TERKAIT
- Gerakan Guna Ulang Jakarta, Edukasi Mengurangi Pemakaian Plastik Sekali Pakai
- Fasilitas Makin Lengkap, Triboon Hub Tambah 2 Resto Baru di Jakarta
- Durasi Pemadaman Lampu Program Earth Hour Terlalu Singkat
- Di Tengah Sosialisasi Tupoksi kepada Warga, MKD DPR RI Singgung Pelat Nomor Khusus
- Tjahjo Kumolo Meninggal Dunia, Warga Bekasi Diminta Kibarkan Bendera Setengah Tiang
- Anies Bangun Kampung Gembira Gembrong dengan Dana Rp 7,8 Miliar dari Infak Salat Id di JIS