Pak Amat Pantang Meludah di Depan Mayat
“Saya pakai. Coba mundur maju, udah agak pandai ambil SIM saya di GOR tu,” ungkap Amat.
Sejak itulah ia akhirnya menjalankan ambulans milik Yayasan Mujahidin. Hingga sekarang ambulans yang ia gunakan masih atas nama Yayasan Mujahidin, meski pengoperasian sepenuhnya berada di tangannya.
Hampir beberapa tahun hanya menjadi supir ambulans, Amat kemudian mulai belajar mengurusi hal-hal lain terkait kematian dan pemakaman.
“Orang minta kain kafan jam 5 baru buka, bikin peti nanti jam 7 nunggu agen kayu buka, akhirnya jam 11 baru dimakamkan, jadi melambat,” tuturnya.
Apalagi kala itu peralatan masih manual sehingga pengerjaan seperti pembuatan peti memakan waktu lebih lama. Akhirnya dia mulai belajar untuk membuat perlengkapan sendiri.
Awalnya di Masjid Mujahidin, namun kini juga ia simpan sebagian di rumah. Mulai dari peti mati hingga batu nisan tersedia kapanpun orang membutuhkan.
Mengoperasikan ambulans jenazah lebih dari 20 tahun, Amat mengaku belum pernah merasa takut. Padahal ia cukup sering terpaksa mengantar jenazah pada malam hari bahkan sampai ke luar kota, sendirian.
“Paling jauh kalau pakai ambulans itu ke Putussibau. Kalau Sambas sih udah puas dah,” ujarnya.
PAK Amat, begitu biasa dipanggil. Dia sudah akrab dengan bau mayat. “Kalau leher baju terasa ditarik orang dari belakang, padahal di belakang
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408