Pak Jokowi, Please Jangan Bikin Preseden Buruk Lewat Perppu KPK
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ade Reza Hariyadi menilai sistem ketatanegaraan Indonesia bakal memiliki preseden buruk jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menyikapi hasil revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, kesan yang muncul adalah betapa mudahnya menerbitkan perppu.
"Bisa menjadi preseden yang kurang baik dalam ketatanegaraan. Sebab satu produk UU belum apa-apa, sedikit-sedikit di-perppu-kan," kata Reza usai diskusi bertema "Dinamika Seputar Revisi UU KPK: Studi Kedalaman Politik Legislasi" di Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Jumat (28/9).
Menurut dia, Presiden Jokowi sebaiknya tak mengeluarkan Perppu KPK demi membangun tradisi ketatanegaraan yang lebih mapan. Alasannya, pihak yang keberatan dengan UU KPK hasil revisi bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Itu lebih elegan dan menghindari potensi kewenangan berlebihan di tangan presiden dalam membuat kebijakan setingkat UU," tutur dia.
Sementara Direktur LBHA Trisakti Ucok Rolando P Tamba mengatakan, presiden bisa menerbitkan perppu jika ada kondisi mendesak. Namun, dia tak sepakat jika Presiden Jokowi menerbitkan perppu untuk menyikapi polemik soal revisi UU KPK yang telah disetujui DPR dan pemerintah.
Rolando mengaku lebih sepakat jika klausul-klausul baru dalam UU KPK dibawa ke MK. Opsi launnya adalah mendorong DPR periode 2019-2024 merevisi UU KPK lagi.
"Bisa juga lewat upaya legislative review (tinjuauan legislatif, red). DPR periode mendatang bisa merevisi lagi UU KPK karena melihat kemungkinan ada pasal-pasal yang dianggap memperlemah KPK," kata Ucok.(mg10/jpnn)
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Ade Reza Hariyadi menilai sistem ketatanegaraan Indonesia bakal memiliki preseden buruk jika Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Hasil Pilkada 8 Daerah dengan Calon Tunggal Digugat ke MK, Pertanda Apa?
- Banyak Banget, Ada 312 Hasil Pilkada yang Digugat ke Mahkamah Konstitusi
- Tokoh Adat Sarmi Tegaskan Gugatan ke MK Hak Konstitusional Bukan Provokasi
- Selisih Suara Tinggi, MK Tetap Berpeluang Analisis Gugatan Risma-Gus Hans
- Ridwan Kamil Ungkap Alasan Batal Mengajukan Gugatan ke MK, Ternyata..
- Bawaslu Babel Siap Dipanggil Mahkamah Konstitusi