Pak Sam Walikota Idaman
Kamis, 29 April 2010 – 23:55 WIB
Saya kita, program pendidikan-KTP-Kesehatan gratis, dalam pengertian yang benar, yakni disubsidi, dan bukan gratis begitu saja. Walau seolah gratis, meski sebetulnya disubsidi, maka pelayannya harus prima. KTP gratis, pelayananya juga harus cepat. Jika perlu diantar langsung ke rumah warga. Prinsip pelayanan Pemda, termasuk Pemerintahan Provinsi dan Negara adalah tema besar yang harus diemban seorang kandidat walikota, bupati dan gubernur. Sebagai pelayan, kedudukan Pemda berada di bawah rakyat, karena memang rakyat lah yang memilih Walikota. Jangan dibalik.
Sebaliknya, gaji dan fasilitas Walikota dan aparat Pemko dibayar dengan pajak-pajak rakyat. Adil, bukan? Jika boleh menyebut yang membedakan kandidat yang melayani dan memerintah, memang akan tampak pada contoh-contoh yang telah dibeberkan. Memang tak mudah mengubah paradigm dari memerintah ke melayani tersebut. Ibaratnya dari danau masuk ke laut. Satunya tawar lainnya asin.
Tapi tipe ideal Kepala Daerah di era reformasi ini mestinya demikian. Misalnya, sudi melakukan “jeput bola” yakni dengan langsung mendatangi warga tanpa menunggu mereka harus mengeluh dan bahkan berunjuk-rasa. Saya berpikir mengapa para Kepala Daerah itu tak menggelar Forum Warga sekali sebulan dengan tema dan lokasi yang berbeda? Kadang dengan pedagang pasar tradisi dan pedagang kakilima. Kali yang lain dengan sopir dan pemilik angkutan kota dan sebagainya. Termasuk juga dengan kaum buruh, dan berbagai pihak yang selama ini dimarjinalkan.
Ada pun Satpol PP harus jadi teman rakyat. Bukan lembaga yang ditakuti. Seragamnya ditukar dengan pakaian sipil biasa. Atau malah tak perlu berseragam. Tak perlu pula pakai sepatu laras seperti tentara saja. Sudah bukan zamannya. Dengan demikian paradigm Pak Sam ada di mana-mana di jajaran Pemda. Paradigma pelayan harus menjadi gaya Pemda yang baru, yang Kepala Daerahnya terpilih dalam Pilkada.