Pakar Bahas Dampak Soft Power Tiongkok dalam Pendidikan dan Budaya di Indonesia
Masih menurut Prof Suryadinata, alih-alih menggunakan kekuatan, soft power justru diterapkan dengan menggunakan atraksi membujuk negara-negara untuk memberikan kehormatan dan penghargaan terhadap RRT, sehingga membuat negara lain bersedia berbuat sesuatu yang diinginkan.
Ketua FSI, Dr. Johanes Herlijanto, juga menyoroti potensi soft power Tiongkok yang menjangkau berbagai bidang, termasuk media dan pendidikan, sebagai alat untuk menanamkan pengaruhnya di Indonesia.
“Meski menghadirkan peluang, pemerintah Indonesia perlu memaksimalkan manfaat soft power ini sekaligus mengembangkan strategi untuk menghindari potensi propaganda,” ujar Johanes.
Menurutnya, kehadiran soft power Tiongkok perlu direspons secara bijaksana agar tetap menguntungkan Indonesia.
Di sisi lain, Prof. Edwin Tambunan, dekan FISIP UPH, mengungkapkan bahwa perhatian terhadap soft power RRT menghadirkan perspektif baru dalam memahami kekuatan Tiongkok di luar aspek militer dan ekonomi.
“Kehadiran Tiongkok di dunia tidak lagi hanya melalui kekuatan keras, namun juga dengan pendekatan budaya dan pendidikan,” ungkapnya.
Menurutnya, memahami soft power Tiongkok memberi pandangan yang lebih luas tentang bagaimana negara tersebut membangun pengaruh globalnya. (jlo/jpnn)
Pakar membahas dampak soft power Tiongkok, dalam pendidikan dan budaya populer di Indonesia.
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh
- LCCM 2024 Digelar, Fadli Zon Soroti Pentingnya Museum sebagai Pusat Edukasi Budaya
- PKS Gelar Ngobrol Santai Seputar Budaya Bersama Para Seniman
- Kapolda Lampung Perkaya Kurikulum SPN dengan Materi Budaya dan Pertanian
- Pasangan ASIH Ingin Jadikan Seni dan Budaya Sebagai Sarana Sejahterakan Warga Jabar
- Dorong Pelestarian Musik Tanah Air, Lini Siap Dokumentasikan Irama Nusantara
- Muda Berbudaya Festival, Usung Semangat Kebaruan Sumpah Pemuda & Perubahan Zaman