Pakar: Bahaya BPA Merupakan Ancaman Kesehatan, Bukan Isu Persaingan Usaha
“Peraturan ini adalah bentuk perlindungan bagi konsumen agar bisa membuat pilihan yang lebih aman," kata dr. Ulul.
Meski belum sampai pada pelarangan total, ia berharap masyarakat menjadi lebih waspada dalam memilih produk, khususnya kemasan plastik yang berpotensi melepaskan BPA.
Di acara yang sama, pakar polimer dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Mochamad Chalid, SSi, MSc.Eng, menjelaskan bahwa proses peluruhan BPA pada kemasan polikarbonat sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti panas dan paparan sinar matahari.
“Dalam distribusi dan penyimpanan yang tidak tepat, ada kemungkinan BPA ini bisa berpindah ke dalam air minum,” jelas Prof. Chalid.
Data BPOM dari 2021 hingga 2022 menunjukkan bahwa kadar BPA pada air minum dalam kemasan polikarbonat terus meningkat, khususnya pada produk dengan paparan suhu tinggi dan pencucian berulang.
Hasil pemeriksaan BPOM menunjukkan bahwa migrasi BPA pada beberapa sampel bahkan melebihi ambang batas yang telah ditetapkan, menunjukkan adanya potensi risiko lebih lanjut.
Dengan adanya regulasi ini, para pakar berharap masyarakat mendapatkan edukasi yang cukup mengenai bahaya BPA dan lebih selektif dalam memilih kemasan produk sehari-hari.
"Fokus kami adalah memberikan informasi yang akurat dan transparan. Masyarakat berhak mengetahui risiko BPA agar dapat membuat keputusan yang bijak demi kesehatan mereka,” pungkas dr. Ulul.
Pakar mengingatkan bahwa bahaya BPA merupakan ancaman kesehatan, bukan isu persaingan usaha.
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh
- IDI Banjarnegara Ungkap Pengobatan yang Tepat untuk Penderita Diabetes Melitus
- Kata Pakar soal BPA pada Galon Polikarbonat, Mitos atau Fakta?
- Ahli Kesehatan Tegaskan Tak Ada Efek Samping dari Minum Air Galon Kuat Polikarbonat
- Gerakan Boikot Jangan Dimanfaatkan untuk Persaingan Bisnis
- Dunia Internasional Sudah Larang BPA, Pakar Polimer Ingatkan Risiko Kesehatan
- Bernardi, Produk Inovatif untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumen Modern