Pakar Ekonomi Beber Hambatan Perkembangan Industri Otomotif

Pakar Ekonomi Beber Hambatan Perkembangan Industri Otomotif
Industri otomotif. Ilustrasi Foto: antara

“Perjanjian vertikal merupakan perjanjian yang dibuat oleh perusahaan induk berdasarkan tempat asal, seperti Toyota dari Jepang, yang membuat perjanjian dengan agen tunggal pemegang merek (ATPM) di Indonesia, yaitu PT Astra International,” Mone mencontohkan. 

Selain itu, juga ada fenomena agen tunggal pemegang merek (ATPM) mengadakan perjanjian eksklusivitas dengan dealer di bawahnya. Menurutnya ini salah satu trik untuk untuk meningkatkan volume penjualan mobil tertentu. 

“Di sisi lain ada yang perlu diwaspadai, karena perjanjian eksklusivitas ini membuat dealer susah untuk mengembangkan bisnisnya,” ucapnya.  

Dian Parluhutan menambahkan bahwa meskipun industri otomotif dianggap sebagai sektor strategis, terdapat risiko yang muncul dari praktik perjanjian eksklusivitas yang tidak sehat.

Tidak jarang distributor membuat perjanjian eksklusivitas dengan dealer yang mewajibkan dealer untuk meminta izin kepada distributor jika mendirikan perusahaan baru menjual produk otomotif merek lain.

Dengan kata lain, investor dilarang menjual merek lain, walaupun dengan mendirikan badan usaha baru yang tidak berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual pemegang merek ataupun distributor. Perjanjuan ekslusivitas ini berdampak buruk pada lanskap persaingan sektor otomotif. 

“Praktik seperti ini dapat menciptakan hambatan bagi pendatang baru, yang kesulitan bersaing dengan produsen besar yang telah mendominasi pasar,” ucapnya.

Dia menekankan pentingnya pengawasan yang ketat oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memastikan bahwa persaingan yang adil tetap terjaga. 

Pakar ekonomi mengungkapkan berbagai hambatan perkembangan industri otomotif di Indonesia. Salah satunya soal perjanjian ekskluvitas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News