Pakar Hukum Chairul Huda Sebut Penetapan Tersangka Thomas Lembong Prematur

Pakar Hukum Chairul Huda Sebut Penetapan Tersangka Thomas Lembong Prematur
Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Lembong berjalan dengan mengenakan rompi tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (29/10/2024). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww/am.

Ia menjelaskan, jika negara mengalami kerugian karena gula yang diimpor tidak terserap di pasaran hingga rusak, barulah hal tersebut bisa dikategorikan sebagai kerugian negara yang sah. Namun, dalam kasus ini, Chairul menilai belum ada bukti yang mengarah ke kerugian konkret.

“Jika gula yang diimpor menumpuk dan menyebabkan kelebihan pasokan hingga merusak stok yang ada di Bulog, maka itu baru bisa dikatakan merugikan negara. Namun, kalau nilai transaksi impor dianggap sebagai nilai kerugian, itu tidak relevan,” tandasnya.

Menurutnya, transparansi dalam proses hukum yang melibatkan Lembong amat penting untuk diketengahkan. Publik harus mendapatkan kejelasan mengenai data-data yang dijadikan dasar penetapan tersangka.

“Transparansi ini pertama-tama harus datang dari internal kejaksaan. Mereka perlu menyampaikan data secara akurat kepada publik dan bukan sekadar angka perkiraan. Jangan sampai kesan yang muncul justru bahwa proses ini dipaksakan,” katanya.

Ia juga menilai pernyataan Kapuspen Kejaksaan yang menyebut bahwa penetapan tersangka tidak harus terkait dengan aliran dana sebagai indikasi bahwa kasus ini belum memiliki bukti yang cukup.

“Kalau benar ini untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tentu ada aliran dana atau bentuk keuntungan yang bisa dibuktikan. Tidak logis jika korupsi dilakukan tanpa ada keuntungan sama sekali bagi pelakunya,” tegasnya.

Langkah praperadilan yang ditempuh Lembong, lanjut Chairul, merupakan bagian dari upaya hukum yang sah untuk menguji keabsahan proses penetapan tersangka.

“Hak setiap tersangka untuk memastikan bahwa status hukumnya benar-benar didasarkan pada bukti yang kuat. Praperadilan ini akan menjadi ajang pengujian apakah kejaksaan telah benar-benar menjalankan proses hukum dengan adil dan transparan,” ujarnya.

Senada dengan Chairul, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyatakan bahwa angka yang disampaikan pihak Kejagung sebagai dasar kerugian negara memang tidak konkret dan tidak memiliki dukungan audit resmi.

Ari menilai, Kejagung perlu menghadirkan bukti yang sahih sebelum menetapkan kliennya sebagai tersangka.

Selain itu, menurutnya, penetapan ini juga terkesan diskriminatif, mengingat kebijakan impor gula yang dipermasalahkan adalah kebijakan kolektif pemerintah, di mana beberapa menteri perdagangan sebelumnya juga melakukan hal serupa tanpa dipersoalkan secara hukum.

Ari menegaskan, tindakan praperadilan ini tidak hanya untuk membela hak Tom sebagai warga negara, tetapi juga sebagai upaya untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilaksanakan secara adil dan transparan. Lebih lanjut, Ari menyampaikan bahwa prinsip equality before the law atau kesetaraan di hadapan hukum perlu diterapkan secara konsisten dalam kasus ini.

Kejelasan dan transparansi di dalam setiap proses hukum, menurut Ari, adalah hal mutlak, agar setiap kebijakan yang diambil oleh pejabat negara tidak serta-merta berujung pada tindakan kriminalisasi yang prematur dan terkesan terburu-buru.

Kasus yang menjerat Tom Lembong memang bukan seperti kasus tipikor seperti biasanya. Ada dimensi politis yang menarik perhatian publik, terutama dalam melihat sejauh mana independensi penegakan hukum di tengah pemerintahan baru yang sedang menyiapkan program 100 hari pertamanya.(antara/jpnn)

Pakar hukum pidana Chairul Huda menilai penetapan tersangka kasus dugaan korupsi impor gula mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong terbilang prematur.


Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News