Pakar Hukum Pidana Menilai Pasal Kontroversial di UU Kejaksaan Perlu Dikaji Ulang

Selanjutnya, Pasal 11A ayat (1) dan (2) terkait Rangkap Jabatan di Luar Instansi Kejaksaan. Fickar menekankan seharusnya ada pelarangan rangkap jabatan bagi jaksa.
“Rangkap jabatan di luar kejaksaan itu tidak relevan. Jaksa adalah aparatur penegak hukum, bukan toko ‘palugada’. Hal ini bisa mengganggu integritas tugas utamanya,” kata dia lagi.
Dosen Universitas Trisakti itu juga mengkritisi Pasal 30B yang menyebutkan Perluasan Fungsi Intelijen Kejaksaan.
Dalam pasal itu adanya perluasan fungsi intelijen kejaksaan yang mencakup kewenangan penyadapan.
“Kewenangan ini hanya sah jika dilakukan dalam konteks pengawasan. Penggunaan di luar itu melanggar hukum,” tutur Fickar.
Pada Pasal 30C huruf A terkait Peninjauan Kembali (PK) oleh kejaksaan, Fickar menilai tugas ini penting untuk memastikan keadilan.
Namun, dia memperingatkan potensi penyalahgunaan kewenangan tersebut.
“PK itu untuk memperbaiki putusan agar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Jika jaksa memperdagangkan dakwaan atau tuntutan, itu adalah kejahatan paling keji,” jelas Fickar.
Abdul Fickar Hadjar menanggapi sejumlah pasal kontroversial dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan.
- Kejagung Paling Dipercaya Publik, Pakar Prediksi Serangan Balik Koruptor Makin Gencar
- Soal RUU Kejaksaan, Awan Puryadi: Kekuasaan Seharusnya Dibatasi
- Ketua BEM FH UBK Soal Imunitas Jaksa: Mereka Bisa Jadi Lembaga Super Power
- Kritik RUU Kejaksaan, PBHI Gunakan Istilah Lembaga Superbody
- Peliknya Hukum Pidana Pemilu
- Kewenangan Berlebihan Jaksa di UU dan RUU Kejaksaan Dinilai Berbahaya