Pakar Hukum: Putusan BANI Cacat Hukum dalam Sengketa Museum Soeharto di TMII

Pakar Hukum: Putusan BANI Cacat Hukum dalam Sengketa Museum Soeharto di TMII
Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi angkat bicara terkait sengketa pengelolaan museum Soeharto di TMII. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dan Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Jayabaya Muhammad Rullyandi angkat bicara terkait sengketa pengelolaan museum Soeharto di TMII.

Dalam analisis yuridisnya, Rullyandi menyatakan bahwa putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dalam perkara tersebut mengandung cacat hukum yang serius.

Rullyandi menyoroti putusan arbitrase BANI No. 47013/II/ARB-BANI/2014 yang melibatkan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi. Menurutnya, putusan tersebut tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum tetapi juga berpotensi mencederai asas keadilan dan kepastian hukum yang dijamin oleh Undang-Undang.

Kontradiksi dalam Amar Putusan

Salah satu masalah utama dalam putusan tersebut adalah adanya kontradiksi hukum (contradictio in terminis). Amar putusan menyatakan salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi di sisi lain juga membatalkan perjanjian kerja sama yang menjadi dasar hubungan hukum antara para pihak.

“Jika sebuah perjanjian dinyatakan batal demi hukum, maka hubungan hukum antara para pihak tidak ada. Namun, jika wanprestasi dinyatakan, perjanjian tersebut harus dianggap sah dan mengikat. Kedua hal ini tidak dapat berjalan bersama dalam satu putusan,” ungkap Dr. Rullyandi dalam keterangannya bertempat di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (02/12).

Ia juga menambahkan bahwa amar putusan yang bertentangan seperti ini melanggar asas pacta sunt servanda, di mana perjanjian yang telah disepakati harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.

Ketidakcocokan Fakta Hukum dan Dugaan Pelanggaran Prosedural

Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi angkat bicara terkait sengketa pengelolaan museum Soeharto di TMII.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News