Pakar Hukum Sarankan Polda Metro Terbitkan SP3 Untuk Firli Bahuri, Ini Alasannya

Pakar Hukum Sarankan Polda Metro Terbitkan SP3 Untuk Firli Bahuri, Ini Alasannya
Firli Bahuri. Foto: Ricardo/JPNN.com

Terkait alat bukti, Suparji mengatakan proses hukum dalam penyidikan maupun persidangan merupakan sebuah konstruksi fakta berdasarkan alat bukti yang didukung barang bukti.

Dia menegaskan dalam proses hukum, fakta tidak bisa direkayasa, tetapi hanya direkonstruksi. Karena itu, fakta tidak bisa bersifat imajinatif atau asumtif, tetapi harus sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.

“Untuk menemukan satu fakta materil harus berdasarkan alat bukti yang berkualitas atau alat bukti yang memiliki kesesuaian dengan peristiwa pidananya,” ungkapnya.

Terkait tindak pidana suap atau gratifikasi yang disangkakan kepada Firli Bahuri, kata Prof Suparji harus ada pembuktian yang memenuhi unsur materiil sebagaimana disarankan oleh Jaksa.

“Harus benar-benar ada alat bukti yang menunjukkan peristiwa pidana korupsi itu. Misalnya, saksi yang melihat, mendengar, mengetahui, dan mengalami secara langsung atas terjadinya dugaan penyuapan, gratifikasi atau pemerasan. Itu harus ada bukti, kapan dan dimana dilakukan. Nah, ini yang bicara adalah saksi, yang bicara adalah alat bukti berupa surat atau petunjuk,” katanya.

Lantaran penyidik PMJ tidak menemukan alat bukti yang kuat, kata Suparji, Jaksa tidak punya keyakinan tentang kebenaran materiil. Itu sebabnya, Jaksa mengembalikan berkas perkara Firli Bahuri kepada penyidik PMJ.

Sejatinya, menurut Suparji, kasus yang disangkakan kepada Firli Bahuri sederhana kalau memang penyidik menemukan alat bukti seperti petunjuk dari jaksa.

Yang jadi pertanyaan, kata dia, kenapa penyidik tidak bisa melengkapi berkas perkara itu. Apakah memang tidak ada alat bukti atau alat buktinya belum ditemukan?

Penyidik Polda Metro Jaya disarankan untuk menerbitkan SP3 untuk kasus hukum yang menjerat Firli Bahuri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News