Pakar Hukum Sebut Sistem Proporsional Terbuka Membuat Masyarakat Antipartai
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Dr. Agus Riewanto menilai sistem proporsional terbuka pada pemilu atau berbasis caleg memiliki kelemahan.
Kelemahan tersebut berdasarkan evaluasi pelaksanaan Pemilu 2009, 2014, dan 2019 yang menerapkan sistem proporsional terbuka dengan penentuan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Pertama, kata dia, sistem itu melemahkan kedekatan masyarakat dengan partai politik tertentu atau Party ID.
“Party-ID merupakan perasaan seseorang bahwa partai tertentu adalah identitas politiknya. Party-ID ini merupakan komponen psikologis yang akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dukungan terhadap partai dan sistem kepartaian yang bisa memperkuat demokrasi,” ujar Agus saat dihubungi, Rabu (4/1).
Agus Riewanto mengutip hasil survei nasional yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia pada Februari 2021.
Survei menunjukkan identitas kepartaian terhadap masyarakat Indonesia sangat rendah.
Bahwa 92,3 persen dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia menyatakan tidak ada kedekatan dengan partai politik tertentu.
Hal ini menunjukkan sentimen terhadap partai rendah sekali. Kalau sentimen terhadap partai baik, pemilih akan merasa diwakili oleh partai.
Sistem proporsional terbuka dianggap melemahkan kedekatan masyarakat dengan partai politik tertentu atau Party ID.
- Herwyn Minta Jajaran Bawaslu Daerah Terus Bangun Komunikasi
- Mardiono Ajak Kader PPP Kerja Maksimal Menangkan Pilkada di NTB
- Bawaslu dan CNE Timor Leste Teken Perjanjian Kerja Sama, Ini Harapan Sekjen Ichsan Fuady
- BPK Diminta Audit Dana Hibah Pemilu dan Pilkada 2024
- Gandeng Klub Sepak Bola Jurnalis, KPU DKI Ajak Masyarakat Berkontribusi di Pilkada
- Jadi Dosen Tamu di UI, Ketua Bawaslu Ungkap Persoalan Penyelesaian Masalah Hukum Pemilu