Pakar Ingatkan Antasari Jangan Malah Terjebak
Dalam sudut pandang hukum, lanjutnya, bila seorang terpidana mengajukan grasi itu dapat diartinya terpidana mengakui kesalahan yang dilakukan. Artinya, pelanggaran hukum itu terjadi. ”Proses hukumnya sudah sampai taraf seperti itu,” terangnya.
Karena posisi kasus yang sudah inkracht, maka penyidik Bareskrim tentunya perlu untuk melakukan penelusuran yang sangat cermat.
”Karena akuntabilitas perkara sudah sedemikian rupa, kecuali kalau kasus belum seperti itu,” ungkapnya.
Yang paling utama dipelajari penyidik adalah aspek hukumnya kasus tersebut, apakah kasus yang berdiri sendiri atau memang kasus yang secara realitas berkaitan dengan kasus sebelumnya yang statusnya berkekuatan hukum tetap. ”Harus kami teliti dulu semua,” tegasnya.
Sementara Pakar Hukum Pidana Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan, karena sudah mendapatkan grasi, maka sebenarnya kasus dari Antasari ini tidak mungkin untuk dilanjutkan. ”Hanya ada satu kuncinya, yakni menemukan bukti baru,” paparnya.
Bukti baru tersebut, lanjutnya, yang memungkinkan untuk kasus Antasari dibuka kembali dengan melalui PK. Sebab, PK bisa dilakukan berulang kali.
”Atau juga bisa seperti yang dilakukan Antasari, melaporkan ke polisi. Tapi, juga perlu untuk memiliki bukti baru itu,” tuturnya.
Selama ini, bukti baru yang diajukan selalu berkutat soal pesan singkat yang disebut Antasari. Dia mengatakan, semua itu bukanlah bukti baru, sehingga susah untuk melanjutkannya.
Polri cukup kerepotan memproses laporan Antasari Azhar terkait dugaan rekayasa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
- 5 Berita Terpopuler: Banser vs Dedengkot HTI, Warning untuk Gibran, Antasari Bersuara Lagi
- Barang Bukti Rp 546 Miliar di Kasus Djoko Tjandra, Antasari: Sudah Dieksekusi?
- Ssst, Ada Mantan Ketua KPK Diperiksa Bareskrim terkait Kasus Djoko Tjandra
- Sangat Tepat Jika Presiden Tunjuk Ahok dan Antasari jadi Dewas KPK
- Pesan Antasari Azhar kepada Firli Bahuri: Tuntaskan Kasus Mangkrak di KPK
- Antasari Azhar Berang, Lantas Adu Argumen dengan Trimedya soal Dewas KPK