Pakar Pertanyakan Hasil Kerja Satgas TPPU
"Kalau benar Satgas TPPU tidak bicara TPPU, tentu saja aneh dan harus dipertanggungjawabkan pada masyarakat secara tanggung gugat (check and balances). Masyarakat harus tahu apa saja hasil capaian pembentukan Satgas, jangan juga hanya sebagai kegiatan yang menghamburkan anggaran negara," tandasnya.
Terkait dengan kasus importasi emas dengan dugaan kerugian uang negara sebesar Rp 189 triliun, menjadi kasus yang harus segera diusut tuntas.
Kerugian yang diderita negara, tegas Yenti, harus bisa dilacak dalam bentuk apapun, baik uang maupun aset di mana pun berada dan pada siapa saja yang terlibat.
"Kejahatan terkait komoditi emas, penyelundupan (kejahatan kepabeanan) itu begitu besar menimbulkan kerugian negara. Artinya hasil kejahatan itu mengalir entah ke mana, kepada siapa dan bermuara di siapa? Sudah sekian lama jadi pasti sudah terjadi TPPU," ungkapnya.
"Dengan diterapkannya TPPU, maka seharusnya penyidikan sudah dalam dua tindak pidana sekaligus, yaitu korupsi dan TPPU, dan seharusnya tersangkanya bukan hanya terkait dengan Korupsi tapi juga TPPU, baik aktif yang mengalirkan hasil kejahatan maupun yang menerima hasil kejahatan," tutur Yenti.
Harus Tindaklanjuti
Desakan yang sama agar penegak hukum untuk segera mengusut kasus-kasus tersebut juga diutarakan oleh pakar hukum Universitas Muhammadiyah Chairul Huda.
Menurutnya, Satgas TPPU ini dibentuk karena kurangnya sinergi antara PPATK dengan institusi penegak hukum yang ada.
Menurutnya, dalam pengungkapan TPPU bukan sekadar perbuatan, tetapi bagaimana mampu membongkar aliran
- Penyidik Kejagung Garap Eks Sekretaris Tom Lembong di Kasus Korupsi Impor Gula
- Soroti Kasus Timah, Pakar Hukum Sebut Kerugian Ekologis Tak Bisa Jadi Bukti Korupsi
- Kejagung Dinilai Perlu Terbuka di Kasus Korupsi Rp 300 Triliun
- Korupsi Rp 4,48 Miliar, Koruptor Ini Cuma Dituntut 18 Bulan Penjara
- Akademisi Nilai Daftar Tokoh Terkorup OCCRP Tidak Jelas Ukurannya
- Kasus Ustaz Dianiaya Gegara Ceramah soal Korupsi, Sahroni: Mencurigakan!