Pakar Sebut Kasus Tom Lembong Tergesa-gesa Disebut Korupsi
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pasca Sarjana Universitas Sjakhyakirti, Palembang Prof. Edwar Juliartha mengatakan kebijakan publik harus dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan.
Hal itu disampaikan saat diskusi publik di Universitas Syakyakirti Palembang bertema 'Kebijakan Publik Dalam Bayang-Bayang Tindak Pidana Korupsi' pada 25 Januari 2025.
“Kebijakan itu tidak bisa direview setelah bertahun-tahun lamanya. Lihat dulu historinya, apakah pernah dilaksanakan pemeriksaan atau belum. Jika sudah hasilnya bagaimana? Ada penyimpangan atau tidak. Tugas pejabat publik itu adalah problem solving. Tidak bisa dikurun waktu yang jauh berbeda,” kata Edward.
Salah satu studi kasus yang ditanyakan dalam diskusi itu ialah penetapan tersangka korupsi atas Tom Lembong.
Menurut penyidik Kejaksaan Agung, Tom Lembong telah merilis kebijakan gula pada era 2015 – 2016.
Pada saat itu terjadi surplus gula, tapi Tom mengeluarkan izin importasi raw sugar yang diduga menguntungkan swasta.
Importasi menurut Kejaksaan Agung mestinya dalam bentuk gula kristal putih dan dilakukan oleh BUMN dengan perkiraan kerugian negara mencapai Rp 578 milyar.
Selain Tom Lembong, Kejaksaan juga telah menetapkan tersangka dari perusahaan gula swasta dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).
Direktur Pasca Sarjana Universitas Sjakhyakirti, Palembang Prof. Edwar Juliartha mengatakan kebijakan publik harus dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan
- PSI: Ahok Seharusnya Jadi Whistle Blower Saat Masih Menjabat Komut
- Kejagung: Dokumen Hasil Sitaan Penyidik di Kasus Korupsi Minyak Tidak Bocor
- Kejagung Pastikan Dokumen Hasil Sitaan Kasus Korupsi Minyak Tidak Bocor
- Lagi-Lagi, Mantan PM Malaysia Tersandung Kasus Korupsi
- KPK Periksa Roby Tan dalam Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan IT
- Terdakwa Korupsi Dana Desa Dituntut 5,6 Tahun Penjara