Pakar Sebut Kasus Tom Lembong Tergesa-gesa Disebut Korupsi

Pakar Sebut Kasus Tom Lembong Tergesa-gesa Disebut Korupsi
Thomas Lembong.

Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Junaedi Saibih berpendapat dalam kasus importasi gula mestinya dilakukan pemeriksaan aparatur pengawas internal pemerintah dulu sebelum ditarik ke pidana korupsi.

Dia menjelaskan apakah ketika ijin importasi dilakukan itu ada unsur suap, penipuan, atau paksaan.

"Jika tidak ada maka tidak bisa ditarik ke pidana korupsi. Saya lihat dalam kebijakan itu ada aspek perdatanya. Ada perjanjian antara BUMN dengan perusahaan swasta. Kalau tidak ada konflik dalam aspek perdata, lalu masyarakat juga diuntungkan karena bisa memperoleh gula, maka aneh jika ditarik ke pidana. Terlalu dipaksakan,” jelas Junaedi.

Menurutnya, dalam kebijakan publik itu berlaku asas presumptio iustae causa. 

Dia menjelaskan kebijakan itu benar dan sah, kecuali terdapat perubahan atau putusan yang menyatakan sebaliknya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

"Setelah UU Adminsitrasi Pemerintahan 30/2014, semua perbuatan yang berdimensi kebijakan termasuk perbuatan faktual harus terlebih dahulu melalui pemeriksaan tata usaha negara sebagai premium remedium," lanjutnya.  

Di sisi lain, perwakilan Ombudsman Sumatera Selatan, Adrian Agustiansyah mengingatkan bahwa penegakan hukum tidak boleh melahirkan rasa takut kepada pejabat publik dalam bentuk kriminalisasi kebijakan.

“Kebijakan publik itu butuh inovasi dan kreativitas. Jika review inspektorat pemeriksaan internal dilompati maka pejabat tidak akan berani mengambil kebijakan. Semuanya dihantui ketakutan,” jelas Adrian.

Direktur Pasca Sarjana Universitas Sjakhyakirti, Palembang Prof. Edwar Juliartha mengatakan kebijakan publik harus dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News