Pakar: Survei LSI Soal Hasto Kristiyanto Tabrak Asas Praduga Tak Bersalah

Pakar: Survei LSI Soal Hasto Kristiyanto Tabrak Asas Praduga Tak Bersalah
Pengamat politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing, menilai survei opini publik yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terkait dugaan keterlibatan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus korupsi Harun Masiku, bertentangan dengan asas praduga tak bersalah serta kaidah ilmiah.

Menurut Emrus, survei harus didasarkan pada prinsip ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk kebaikan manusia, bukan membentuk opini yang berpotensi merugikan individu.

"Survei harus berbasis ilmu pengetahuan, yang filosofi dasarnya adalah untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas eksperimen atau pengumpulan data, tetapi juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap manusia," kata Emrus kepada awak media, Senin (10/2).

Dalam konteks ini, ia menilai bahwa survei yang menanyakan apakah publik percaya Hasto terlibat korupsi atau tidak, dapat membangun persepsi negatif yang belum tentu sesuai dengan fakta hukum.

"Jika survei dilakukan hanya untuk menguji kepercayaan publik terhadap suatu dugaan tanpa dasar bukti yang jelas, ini bisa menyesatkan. Survei seperti ini seolah-olah membentuk opini bahwa seseorang bersalah sebelum ada putusan hukum," tegasnya.

LSI sebelumnya merilis hasil survei yang menyebutkan bahwa 77 persen responden percaya Hasto terlibat dalam kasus Harun Masiku. Namun, setelah ditelaah lebih lanjut, hanya 38 persen responden yang mengaku mengetahui kasus tersebut, sementara 62 persen lainnya tidak mengetahui. Dengan demikian, angka 77 persen tersebut sebenarnya berasal dari kelompok yang mengetahui kasus, bukan dari keseluruhan responden.

Menanggapi hal itu, Emrus menekankan bahwa lembaga survei seharusnya berfokus pada pengungkapan fakta, bukan sekadar mengukur opini publik terhadap suatu dugaan.

"Lembaga survei seharusnya menggunakan metodologi yang dapat mengungkap kebenaran, bukan sekadar mengukur opini yang bisa menyesatkan," ujarnya.

Menurut Emrus, survei harus didasarkan pada prinsip ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk kebaikan manusia, bukan membentuk opini yang berpotensi merugikan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News