Pakar: Wacana Pemakzulan Presiden Hanyalah Imajiner, Tak Punya Basis Konstitusional
Ketentuan terkait proses ini diajukan dengan minimal dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.
"Jika MK memutuskan presiden dan atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan atau wakil presiden kepada MPR," ujarnya.
Setelah itu, MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak menerima usul dari DPR. Keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
Dengan catatan, presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.
"Dengan demikian merupakan sesuatu yang sangat mustahil dari aspek kaidah hukum tata negara untuk dilakukan proses pemakzulan presiden dalam ketiadaan sangkaan yang spesifik secara hukum," tutup Fahri Bachmid.(ray/jpnn)
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Dr. Fahri Bachmid angkat bicara terkait wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean
- Ada Petisi Menuntut Pemakzulan Presiden, Jutaan Warga Sudah Tanda Tangan
- Tahan Bantuan untuk Israel, Joe Biden Terancam Dimakzulkan
- Para Advokat TPDI dan Perekat Nusantara Berencana Temui Pimpinan DPR, Petrus Selestinus: 3 Hal Penting
- Syarat Jumlah Kursi Terpenuhi, DPR Dapat Usulkan Hak Angket Pemakzulan Presiden Jokowi
- PBHI Sebut Konsolidasi Mahasiswa Jakarta soal Pemakzulan Presiden Direpresi, Begini Kejadiannya
- Ketum GMNI Menolak Gerakan Pemakzulan Presiden Jokowi