Pakistan Ajak Tiongkok Keroyok India
jpnn.com, ISLAMABAD - Isu Kashmir membuat Pakistan benar-benar naik pitam. Selain mencoba berbagai strategi untuk mengancam India, mereka wadul ke tetangga mereka, Tiongkok. Pemerintahan Imran Khan berharap Tiongkok bisa ikut menekan India untuk mengembalikan keputusan tersebut.
Al Jazeera melansir, Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mahmood Qureshi bertolak ke Beijing untuk membicarakan isu Kashmir. Kunjungan dadakan itu terjadi setelah Tiongkok ikut mengecam aksi pemerintah India mencabut otonomi khusus wilayah Kashmir.
"Tiongkok adalah negara berpengaruh di level regional. Jadi, saya ingin menjelaskan langkah keji dan inkonstitusional India di Kashmir," ungkap Qureshi.
Tampaknya, Imran Khan sadar. Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi dan seluruh warganya peduli setan dengan pendapat Pakistan. Toh, posisi mereka berseberangan sejak awal terbentuk. Karena itu, semua tekanan dari kubu Khan tak mempan.
BACA JUGA: Arab Saudi, UEA dan Pakistan Bela Tiongkok soal Muslim Uighur Xinjiang
Pakistan telah menembakkan beberapa peluru. Mereka sudah menyatakan bakal mengusir duta besar India, menurunkan level diplomatik, dan menangguhkan semua perdagangan bilateral. Pemerintah Pakistan telah menghentikan pengoperasian kereta Samjhauta Express yang biasa bolak-balik antar dua negara tetangga.
Film-film Bollywood pun sudah diharamkan. "Tidak ada karya sinema yang ditayangkan di layar kaca Pakistan. Drama, film, maupun konten apa pun dari India dilarang di sini," ujar Firdous Ashiq Awan, penasihat pribadi Imran Khan.
Isu Kashmir membuat Pakistan benar-benar naik pitam. Selain mencoba berbagai strategi untuk mengancam India, mereka wadul ke tetangga mereka, Tiongkok
- Dunia Hari Ini: Kelompok Sunni dan Syiah di Pakistan Sepakat Gencatan Senjata
- Wanita Global
- Halaman Belakang
- WNA China Tewas Kecelakaan di Sungai Musi, Dokter Forensik Ungkap Temuan Ini
- Bertemu Pengusaha RRT, Presiden Prabowo: Kami Ingin Terus Bekerja Sama dengan China
- Temui Para Taipan Tiongkok, Prabowo Amankan Investasi Rp 156 Triliun