PALU

PALU
Dahlan Iskan di sebuah gym di Los Angeles, Amerika Serikat. Foto: disway

Teluk itu memang kian cantik belakangan ini. Dipercantik. Dengan jalan baru di sepanjang pantai. Taman Ria. Water front city.

Kian banyak juga hotel. Di pantai sini. Maupun di seberang sana. Ada Mercure. Ada Swissbel. Diperkirakan juga masih banyak korban di bawah reruntuhannya. Seperti di Roa Roa.

Saya pernah di satu hotel bersama istri. Hotel baru. Yang kamarnya sangat menarik. Menyentuh air laut. Saya ingin tahu nasib hotel itu. Pasca gempa ini.

Kawasan teluk ini kian populer sejak ada jembatan. Di muara sungai. Jembatan terpanjang di Palu. Orang sana menyebutnya Golden Gate-nya Palu. Begitu banyak orang berfoto dengan background jembatan ini.

Saya sedih lihat di media sosial: jembatan ini roboh. Bangkainya masih berada di tempat asalnya. Tapi sudah dalam keadaan membujur seperti mayat.

Lalu saya perhatikan. Titik gempa itu di daratan. Searah dengan bentuk teluk. Berarti tsunami itu datang dari teluk. Bukan dari arah laut lepas.
Sampai tulisan ini saya edit jam 18.00 kemarin belum ada kabar baru. Tentang penghuni 317 itu. Berarti sudah tiga hari tiga malam suami-istri ini berada di bawah reruntuhan.

Dua alat berat lagi bekerja di situ. Tapi terlalu sedikit untuk mengejar waktu.

Korban-korban lainnya berarti juga punya nasib serupa. Puluhan. Ratusan.

Sebagai pemilik hotel, fokus Danny mengerahkan alat berat. Ia sendiri sedang di Surabaya saat gempa. Meski lahir di Palu, Danny sudah tinggal di Surabaya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News