PAN Pilih Tagline 'Merakyat'
Jumat, 09 Desember 2011 – 04:48 WIB
Selain mendeklarasikan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa sebagai capres 2014, Rakernas/Silatnas PAN yang akan dibuka di PRJ,Kemayoran, Jumat malam ini juga punya agenda untuk meresmikan tagline baru partai berlogo matahari itu. Tagline yang hanya terdiri dari dua kata itu berbunyi 'PAN merakyat'.
"Tagline itu bukan sebatas pencitraan. Bagaimanapun bagi sebuah parpol, keberadaan simbol, doktrin, atau lambang bernilai penting untuk menguatkan ghiroh (semangat) kader partai," kata Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto dalam diskusi di Rumah PAN, Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan, (8/12). Turut berbicara peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, dan Ketua Pemuda Muhammadiyah Saleh Daulay. Menurut Bima, tagline juga untuk memotivasi.
Qodari menyampaikan ketika lahir, segmen pemilih PAN mencakup kalangan Muhammadiyah, kalangan intelektual atau kampus, dan masyarakat perkotaan. Saat mulai mencoba masuk ke level grass root, menurut Qodari, PAN terbukti gagal. Ini terbukti suara PAN justru merosot dari 7,12 persen pada pemilu 1999 menjadi 6,44 pada 2004 dan 6,03 persen pada 2009.
Padahal, dalam menghadapi 2009, PAN sudah mencoba menjadi partai yang lebih gaul dan terbuka dengan merekrut banyak artis . Partai yang kala itu dinahkodai Sutrisno Bachir juga berusaha menarik simpati masyarakat pedesaan dengan kampanye 'satu desa satu miliar'. Tapi, semua itu tak begitu sukses meningkatkan perolehan suara.
Karena datang dari 'kelas' yang berbeda, Qodari menduga, isu-isu populis semacam itu belum tersosialisasikan secara masif ke level bawah. "PAN ini ibaratnya kendaraan on road. Nggak ada yang punya kemampuan off road," katanya. "Jadi, itu susahnya orang pintar. Ketika disuruh turun kelas sedikit, mengalami kegagapan intonasi," candanya.
Untuk mengembalikan kejayaan, Qodari menyarankan supaya PAN berkonsentrasi saja kepada tiga kategori segmen pemilih yang menjadi basisnya pada pemilu 1999. Yakni, Muhammadiyah, intelektual, dan perkotaan. "Lebih mudah mendekatinya. Kalau ingin menggarap kelompok pedesaan masih agak jauh," katanya.
Dia juga mengingatkan kalau publik sampai sekarang masih mengasosiasikan PAN dengan Amien Rais. Padahal, pada pemilu 1999, ketika Amien Rais tengah berada di puncak popularitasnya, PAN hanya memperoleh 7,12 persen suara. "Jadi, tantangannya bagaimana PAN keluar dari bayang-bayang Pak Amien Rais itu," tegasnya.
Bima Arya Sugiarto sedikit memberi sanggahan. Merujuk data exit poll Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada pemilu 1999, sekitar 60 persen suara PAN berasal dari pemilih perkotaan dan 40 persen pemilih pedesaan. Pada pemilu 2009, proporsinya sudah berbalik menjadi 60 persen pedesaan dan 40 persen perkotaan.
Dia menambahkan pada pemilu 2009, hanya sekitar 19 persen pemilih yang mengaku warga Muhammadiyah yang memilih PAN. Sebagian besar justru memilih Partai Demokrat. Tapi, berdasarkan surevi terbaru yang tak mau disebut Bima lembaga penyelenggaranya, menyebut angka itu sudah meningkat menjadi 26 persen.
"Warga Muhammdiyah yang sempat lari ke Partai Demokrat dan PKS pelan-pelan balik lagi. Persepsi ditinggal Muhamdiyah sudah berubah," tegasnya. Dia menyebut PAN akan menjadi partai terbuka. "Catch all parties, itu tren partai di seluruh dunia," katanya. Dia tidak sepakat kalau langkah itu dianggap telah membuat ideologi PAN menjadi tidak jelas.
"Buat rakyat penting mana, ideologi atau makan, ya penting makan. Ideologi memang sebagai dasar, tapi yang penting ujungnya. Kalau ideologi hanya ideologi buat apa," tandasnya.
Burhanuddin Muhtadi menyarankan supaya PAN mengidentifikasi tokoh-tokohnya baik di level nasional, maupun lokal yang berpotensi menjadi vote gater. Menurut dia, tokoh adalah elemen partai yang paling mudah diindentifikasi dan dibedakan oleh rakyat.
"Tagline itu bukan sebatas pencitraan. Bagaimanapun bagi sebuah parpol, keberadaan simbol, doktrin, atau lambang bernilai penting untuk menguatkan ghiroh (semangat) kader partai," kata Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto dalam diskusi di Rumah PAN, Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan, (8/12).
"Malulah kalau sudah PAN merakyat, ternyata tidak berpengaruh apa-apa. Jadi, dari sini ada efek memicu dan memaksa," tegasnya.
Tema diskusi sebagaimana tertulis di spanduk adalah "PAN Merakyat : Harapan dan Tantangan". Kata Merakyat ditulis dengan huruf merah yang sangat kental. Hal ini sempat disentil Qodari. "Sudah ada di alam bawah sadar kita, ketika menulis kata rakyat, sepertinya harus berwarna merah," kata Qodari yang langsung disambut tawa puluhan peserta diskusi.
Dia menyampaikan secara sosiologis, rakyat itu dimaknai sebagai wong cilik. "Selama bertahun-tahun, istilah wong cilik itu identik dengan PDIP," ujarnya.
Qodari menyampaikan ketika lahir, segmen pemilih PAN mencakup kalangan Muhammadiyah, kalangan intelektual atau kampus, dan masyarakat perkotaan. Saat mulai mencoba masuk ke level grass root, menurut Qodari, PAN terbukti gagal. Ini terbukti suara PAN justru merosot dari 7,12 persen pada pemilu 1999 menjadi 6,44 pada 2004 dan 6,03 persen pada 2009.
Padahal, dalam menghadapi 2009, PAN sudah mencoba menjadi partai yang lebih gaul dan terbuka dengan merekrut banyak artis . Partai yang kala itu dinahkodai Sutrisno Bachir juga berusaha menarik simpati masyarakat pedesaan dengan kampanye 'satu desa satu miliar'. Tapi, semua itu tak begitu sukses meningkatkan perolehan suara.
Karena datang dari 'kelas' yang berbeda, Qodari menduga, isu-isu populis semacam itu belum tersosialisasikan secara masif ke level bawah. "PAN ini ibaratnya kendaraan on road. Nggak ada yang punya kemampuan off road," katanya. "Jadi, itu susahnya orang pintar. Ketika disuruh turun kelas sedikit, mengalami kegagapan intonasi," candanya.
Untuk mengembalikan kejayaan, Qodari menyarankan supaya PAN berkonsentrasi saja kepada tiga kategori segmen pemilih yang menjadi basisnya pada pemilu 1999. Yakni, Muhammadiyah, intelektual, dan perkotaan. "Lebih mudah mendekatinya. Kalau ingin menggarap kelompok pedesaan masih agak jauh," katanya.
Dia juga mengingatkan kalau publik sampai sekarang masih mengasosiasikan PAN dengan Amien Rais. Padahal, pada pemilu 1999, ketika Amien Rais tengah berada di puncak popularitasnya, PAN hanya memperoleh 7,12 persen suara. "Jadi, tantangannya bagaimana PAN keluar dari bayang-bayang Pak Amien Rais itu," tegasnya.
Bima Arya Sugiarto sedikit memberi sanggahan. Merujuk data exit poll Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada pemilu 1999, sekitar 60 persen suara PAN berasal dari pemilih perkotaan dan 40 persen pemilih pedesaan. Pada pemilu 2009, proporsinya sudah berbalik menjadi 60 persen pedesaan dan 40 persen perkotaan.
"Jadi, ijtihad Mas Tris (Sutrisno Bachir) untuk menembus desa itu berhasil. Basis PAN sudah bergeser. Makanya, menggunakan tagline begini dan merah itu ada dasarnya," ujar Bima.
Dia menambahkan pada pemilu 2009, hanya sekitar 19 persen pemilih yang mengaku warga Muhammadiyah yang memilih PAN. Sebagian besar justru memilih Partai Demokrat. Tapi, berdasarkan surevi terbaru yang tak mau disebut Bima lembaga penyelenggaranya, menyebut angka itu sudah meningkat menjadi 26 persen.
"Warga Muhammdiyah yang sempat lari ke Partai Demokrat dan PKS pelan-pelan balik lagi. Persepsi ditinggal Muhamdiyah sudah berubah," tegasnya.
Baca Juga:
"Buat rakyat penting mana, ideologi atau makan, ya penting makan. Ideologi memang sebagai dasar, tapi yang penting ujungnya. Kalau ideologi hanya ideologi buat apa," tandasnya.
Burhanuddin Muhtadi menyarankan supaya PAN mengidentifikasi tokoh-tokohnya baik di level nasional, maupun lokal yang berpotensi menjadi vote gater. Menurut dia, tokoh adalah elemen partai yang paling mudah diindentifikasi dan dibedakan oleh rakyat.
Sedangkan kampanye program, antar partai rata-rata normatif dan baik semua. "Apalagi tagline, Golkar juga punya suara rakyat, suara Golkar," ingat Burhan. (pri)
Selain mendeklarasikan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa sebagai capres 2014, Rakernas/Silatnas PAN yang akan dibuka di PRJ,Kemayoran, Jumat
Redaktur & Reporter : Antoni
BERITA TERKAIT
- Putri Zulhas Singgung Pentingnya Kemandirian Pangan saat Workshop PAN
- Alumni ITB Diimbau Mendukung Target Pertumbuhan Ekonomi Nasional 8%
- PAN Sambut Positif Usul Prabowo soal Kepala Daerah Dipilih DPRD
- Sidang Doktoral di UI Soal Transformasi Partai, Eddy Soeparno Dapat Nilai Cumlaude
- Prabowo - Jokowi Bertemu Lagi, Saleh: Ini Contoh Baik
- Saleh Senang Melihat Kiprah Kader PAN Berlatar Belakang Artis di DPR